Uskup keuskupan Amboina, Maluku, mendukung keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mewajibkan pemerintah memberikan kompensasi sebesar Rp 3,9 triliun kepada para korban konflik sektarian di wilayah itu.
MA menolak permohonan pemerintah dan berpegang pada keputusan pengadilan bahwa pemerintah harus memberikan kompensasi bagi para korban tersebut.
Uskup Petrus Canisius Mandagi MSC, mengatakan ia mendukung keputusan MA tersebut.
“Bantuan dana diperlukan karena konflik tersebut telah menimbulkan orang menjadi miskin dan sekarang mereka ingin memperbaiki hidup mereka,” kata Uskup Mandagi kepada ucanews.com.
Namun, ia mengatakan kompensasi itu harus ditujukan kepada semua warga di provinsi Maluku dan provinsi Maluku Utara yang kini masih menderita akibat konflik tersebut.
“Pemerintah harus membangun infrastruktur di dua provinsi tersebut seperti jalan, pelabuhan, dan juga sekolah dan rumah sakit,” katanya.
Prelatus itu mengatakan pemerintah harus terus memfasilitasi masyarakat di wilayah itu, meskipun saat ini hubungan di antara Muslim dan Kristen sudah sangat baik.
Zaenal Abidin, 57, seorang Muslim, di Ambon, mengatakan konflik itu telah membuat keluarganya menjadi miskin.
“Saya menyambut baik keputusan MA,” katanya kepada ucanews.com.
“Hingga sekarang keluarga saya belum mendapat kompensasi. Rumah saya dibakar selama konflik tersebut dan sekarang ia tinggal dengan kerabatnya,” kata Abidin.
Ia berharap pemerintah menjalankan keputusan MA dan membayar kompensasi bagi para korban.
Keputusan itu diumumkan MA pada 19 Agustus untuk mempertegas keputusan PTUN Jakarta Pusat sebelumnya dengan meminta pemerintah membayar dana tersebut kepada lebih dari 200.000 kepala keluarga yang menjadi korban konflik dari tahun 1999 hingga 2002 setelah kesepakatan damai Malino.
Konflik berdarah itu pecah pada Januari 1999, menyusul gesekan antara seorang tukang ojek Kristen dengan seorang pemuda Muslim. Konflik itu menyebar dengan cepat seluruh provinsi itu yang menyebabkan lebih dari 5.000 orang tewas dan lebih dari 700.000 orang mengungsi. Sekitar 30.000 rumah dibakar baik Kristen maupun Muslim, termasuk 45 masjid 57 gereja.
Sembilan tahun kemudian, tahun 2011, sekelompok orang yang mewakili para korban mengajukan gigatan kepada pemerintah ke PTUN Jakarta Pusat.
Tahun 2012 PTUN itu menerima permohonan para penggugat dengan memerintahkan pemerintah memberikan kompensasi kepada setiap keluarga sebesar Rp 15 juta untuk membeli bahan-bahan bangunan untuk membangun rumah.
Namun, para korban mengakui bahwa pemerintah hanya memberikan uang Rp 3-10 juta.
Tidak puas, pemerintah mengajukan kasasi ke MA tapi ditolak.
“MA menolak kasasi pemerintah dan menegakkan keputusan pengadilan sebelumnya,” kata Abdullah, juru bicara MA kepada para reporter di Jakarta.
“Pemerintah memiliki kewajiban untuk membangun kembali wilayah-wilayah yang berdampak akibat konflik tersebut,” tambahnya.