UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Hukuman Kebiri Pertama Diterapkan pada Pemerkosa 9 Gadis

Agustus 28, 2019

Hukuman Kebiri Pertama Diterapkan pada Pemerkosa 9 Gadis

Seorang demonstran membawa sebuat poster selama reli menuju Istana Presiden Jakarta untuk menuntut legislatif dan pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Foto: Konradus Epa/ucanews.com).

Pengadilan Negeri Mojokerto, Jawa Timur, telah menjatuhkan hukuman kebiri kimia kepada seorang pemerkosa terhadap sembilan gadis di bawah umur.

Hukuman itu adalah pertama sejak Presiden Joko Widodo menandatangani Perppu tahun 2016  sebagai pengganti undang-undang Perlindungan anak yang mengizinkan  kebiri kimia bagi para pelaku kekerasan seksual anak.

Pengadilan Negeri Mojokerto, selain menghukum kebiri terhadap pemerkosa, Muhammad Aris bin Syukur, 20, juga menghukum penjara 12 tahun dan denda Rp 100 juta.

Hukuman itu diputuskan pekan lalu dan menimbulkan polemik di tengah masyarakat  dalam beberapa hari terakhir.

“Putusan itu bertujuan memberikan rasa keadilan bagi para korban dan pelaku mendapatkan kepastian hukum,” kata Rudy Hartono, kepala Pengadilan Negeri Mojokerto, kepada media pada 26 Agustus.

Ia mengatakan putusan itu telah berkekuatan hukum  tetap dan final dan pelaku akan dieksekusi.

 Namun, Aris menolak hukuman kebiri tersebut dan lebih memilih hukuman mati.

“Saya lebih memilih hukuman mati ketimbang hukuman kebiri karena akan membuat saya menderita seumur hidup,” katanya kepada media.

Aris memperkosa para gadis  tersebut di  Mojokerto sejak 2015, dan pihak kepolisian baru menangkap dia pada Oktober tahun lalu,  setelah aksinya memperkosa seorang gadis direkam CCTV.

Lembaga Perlindungan Saksi dan  Korban mencatat bahwa kekerasan  seksual terhadap anak meningkatkan setiap tahun. Tahun 2016 ada  25 kasus, meningkat 81 kasus tahun 2017, 206 kasus tahun 2018, dan 236 kasus hingga Mei tahun ini.

Suster Natalia Sumarni OP, sekretaris  Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan Konferensi Waligereja Indonesia mengatakan sekretariat itu sangat konsern dengan masa depan anak-anak  dan mendukung hukuman tersebut.

“Itu penting kalau pelaku dihukum sehingga kekerasan seksual terhadap anak-anak tidak terjadi lagi,” katanya kepada  ucanews.com.

Ia mengatakan hukuman itu harus diterapkan untuk mengatasi kekerasan seksual di masa yang akan datang. 

“Hukuman itu bermaksud untuk memberikan efek jera atau tidak, tapi yang penting pelaku  dihukum untuk memberikan  rasa keadilan bagi para korban,” kata biarwati itu.  

Arist Merdeka Sirait, ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) juga menyambut baik dan memberikan apresiasi kepada para penegak hukum.

“Kami mendukung hukuman yang  tegas kepada pelaku yang merusak mada depan anak-anak kita,”  kata Sirait kepada ucanews.com.

Komnas PA menyerukan pengadilan  untuk segera mengeksekusi pelaku.

“Kita tidak perlu berdebat lagi karena setiap putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan final yang harus  dieksekusi,” katanya.

Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendukung hukuman kebiri kepada para predator.

“Ini adalah salah satu upaya untuk memberikan efek jera kepada para pelaku,” katanya, seraya menambahkan kementeriannya “tidak akan mentolerir kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak-anak.”

Namun, Komnas HAM mengatakan hukuman kebiri melanggar HAM.

“Kita meminta hukuman tersebut perlu ditinjau ulang,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.


Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi