UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Gereja Filipina Didesak Dorong Upaya Damai dengan Pemberontak

September 13, 2019

Gereja Filipina Didesak Dorong Upaya Damai dengan Pemberontak

Uskup Agung Cagayan de Oro, Mgr Antonio Ledesma, bergabung dengan para pemimpin agama Filipina lainnya membunyikan lonceng sebagai simbol untuk menyerukan perdamaian dalam forum perdamaian di Manila pada 12 September. Para pemimpin gereja meminta pemerintah untuk melanjutkan negosiasi damai dengan pemberontak komunis dan menghentikan "perang habis-habisan" melawan gerilyawan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Presiden Rodrigo Duterte. (Foto: Jire Carreon)

Seorang uskup dari Filipina selatan menyerukan kepada gereja-gereja dan kelompok-kelompok agama untuk mendorong “pembicaraan damai di level lokal” di antara para pemangku kepentingan untuk memajukan upaya perdamaian dengan pemberontak komunis dan mencegah meningkatnya kekerasan.

Uskup Agung Cagayan de Oromade, Uskup Antonio Ledesma, menyerukan hal tersebut menyusul adanya pernyataan Presiden Rodrigo Duterte pada 10 September untuk melancarkan “perang habis-habisan” terhadap pemberontak komunis.

Uskup agung itu memperingatkan bahwa memaksakan “tujuan pembangunan” yang dirancang negara tanpa berkonsultasi dengan komunitas akar rumput hanya akan memperburuk konflik di daerah pedesaan Filipina.

Uskup Ledesma meminta pemerintah dan para pemberontak untuk memulai kembali perundingan perdamaian saat ia berbicara dalam forum perdamaian di Manila pada 12 September.

Uskup yang mengepalai Platform Perdamaian Ekumenis Filipina mengecam praktik pemerintah yang mencap pemberontak komunis, mengatakan hal akan membiarkan pembunuhan.

Uskup Ledesma mengutip serangkaian pembunuhan aktivis dan pengkritik pemerintah di Pulau Negros di Filipina tengah dalam beberapa bulan terakhir.

Dia mengatakan pembicaraan damai harus tetap di tingkat nasional, menolak usulan pemerintah untuk mengadakan negosiasi perdamaian di tingkat lokal.

“Pembicaraan perdamaian lokal, ya, tetapi ini tidak seharusnya menggantikan perundingan perdamaian nasional,” kata prelatus itu kepada ucanews.com setelah forum.

Dia mengatakan, “percakapan damai harus mendukung pembicaraan damai nasional,” dan menambahkan pentingnya negosiator pihak ketiga dan tempat netral untuk penyelenggaraan negosiasi itu.

Presiden Duterte sebelumnya menegaskan bahwa para pemimpin komunis yang diasingkan kembali ke rumah untuk perundingan, sebuah langkah yang oleh para pemberontak digambarkan sebagai “bunuh diri.”

Uskup Ledesma mengatakan “kerangka kerja nasional” diperlukan untuk resolusi yang kohesif terhadap kesengsaraan sosial-ekonomi yang sudah lama merebak di negara itu, dengan menyebut masalah tanah sebagai faktor utama dalam kebangkitan pemberontakan komunis Filipina.

Prelatus itu mengeluhkan bahwa Duterte membatalkan pembicaraan damai hanya karena para perunding membuat perjanjian reformasi agraria terkait distribusi tanah gratis.

Para negosiator telah menyelesaikan rancangan perjanjian tentang reformasi agraria dan dokumen penting lainnya tentang kerangka kerja gencatan senjata bilateral ketika Duterte menarik diri dari perundingan pada tahun 2017.

Dia secara resmi mengumumkan berakhirnya pembicaraan damai pada Juli 2018 meskipun para negosiatornya berupaya melakukan pembicaraan secara diam-diam.

Uskup Ledesma mencatat bahwa banyak pembunuhan di Negros dalam beberapa bulan terakhir berasal dari pembalasan keras terhadap peningkatan militansi di antara para pekerja pertanian yang telah menjadi tidak sabar atas distribusi tanah.

“Saya dapat mengerti bahwa mereka melihat perlunya cara yang lebih radikal,” kata uskup. Dia mengatakan hanya pembicaraan damai nasional dan kesepakatan damai final yang dapat mengakhiri polemik agraria.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi