UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Para uskup identifikasi cara baru untuk Asia yang lebih baik dan damai

Oktober 31, 2022

Para uskup identifikasi cara baru untuk Asia yang lebih baik dan damai

Para pemimpin dan delegasi Asia yang menghadiri konferensi umum yubileum emas FABC di Bangkok mengadakan foto bersama di Katedral Kelahiran Bunda Maria, Bang Nok Khwaek. (Foto: Halaman Facebook FABC)

Para uskup Katolik di Asia telah berkomitmen terlibat dengan pemerintah, lembaga non-pemerintah (LSM) dan organisasi sipil untuk menanggapi isu-isu yang mempengaruhi Gereja dan masyarakat dalam pelayanan mereka untuk Asia yang lebih baik.

“Kami percaya bahwa perdamaian dan rekonsiliasi adalah satu-satunya jalan ke depan. Kami telah mencanangkan jalur baru untuk pelayanan kami berdasarkan pada saling mendengarkan dan penegasan yang tulus,” kata para uskup dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada 30 Oktober, di akhir konferensi umum mereka selama dua minggu.

Federasi Konferensi-federasi Waligereja Asia (FABC) menyelenggarakan konferensi umum pertamanya sebagai bagian dari perayaan yubileum emasnya yang dihadiri oleh sekitar 20 kardinal, 120 uskup, 37 imam, delapan suster, dan 41 umat awam.

Konferensi itu mengambil tema “Berjalan bersama sebagai bangsa Asia” berusaha untuk menegaskan kembali pelayanan FABC selama 50 tahun terakhir yang bertujuan “merevitalisasi Gereja, dan merancang jalur pelayanan baru.”

Salah satu jalan yang mereka identifikasi adalah “membangun jembatan” antar agama-agama dan tradisi serta  “keterlibatan dengan pemerintah” dan LSM  dalam masalah hak asasi manusia (HAM), pengentasan kemiskinan, perdagangan manusia, pemeliharaan bumi, dan masalah keprihatinan umum lainnya.

“Kekerasan dan konflik yang meningkat” di Asia menyerukan “untuk dialog dan rekonsiliasi,” kata para uskup tanpa secara khusus menyebut masalah atau negara mana.

Para uskup berkomitmen ”menjangkau daerah pinggiran” untuk menanggapi ”jeritan bumi dan jeritan orang miskin”.

Mereka juga mengidentifikasi perlunya “mendengarkan orang lain dalam dialog yang tulus” sebagai jalan baru untuk “mempromosikan budaya damai dan harmoni dalam kerja sama dengan saudara-saudari kita dari agama-agama tetangga dan tradisi.”

“Agama tetangga” adalah istilah baru yang mulai digunakan oleh para uskup Asia dalam konferensi umum mereka sebagai pengganti agama lain, yang sering mendominasi negara-negara Asia dan budaya mereka.

“Kita perlu mengubah diri kita sendiri dengan menumbuhkan budaya saling mendengarkan di mana kita mendengarkan satu sama lain dan kita semua mendengarkan suara Tuhan,” kata pernyataan itu.

Para uskup juga mengungkapkan niat mereka “memperbaiki cara” mereka membentuk diri mereka “dalam iman dan menemani keluarga dan komunitas kita, terutama mereka yang berada dalam kesulitan.”

Pernyataan para uskup mengatakan diskusi dan pertimbangan mereka “terinspirasi oleh harapan, keberanian, dan tekad yang ditunjukkan oleh Gereja-gereja di Asia untuk berjalan bersama dan bekerja dengan lebih banyak dedikasi untuk Asia yang lebih baik.”

Apa yang menantang Gereja dan masyarakat di “benua kita yang beraneka segi” adalah seruan untuk bantuan dan keadilan dari “yang miskin, terlantar, dan terpinggirkan.”

Penderitaan para pengungsi, migran, orang yang kehilangan tempat tinggal, masyarakat adat dan eksploitasi alam serta dampak perubahan iklim juga menantang orang-orang di Asia, kata mereka.

Impian kaum muda mencari peran yang lebih signifikan dalam Gereja dan masyarakat, wanita yang mencari “Gereja inklusif yang menghormati martabat mereka” dan keluarga yang mencari dukungan juga merupakan tantangan bagi Gereja, kata mereka dalam pernyataan itu.

Para uskup mengatakan salah satu kekhawatirannya adalah “rasa sakit dan penderitaan sejumlah Gereja yang perlu menerima bantuan melalui empati dan solidaritas kita.” Namun, mereka tidak menyebutkan nama Gereja dari negara mana.

“Meningkatnya suara ekstremisme yang perlu ditanggapi dengan bijak” dan ada “kebutuhan mendesak akan rasa hormat yang lebih besar terhadap kehidupan untuk ditanamkan di masyarakat,” kata mereka tanpa menyebut masalah tertentu.

Revolusi digital di Asia memiliki dampak positif dan negatif bagi masyarakat, kata mereka mengungkapkannya sebagai salah satu keprihatinan mereka.

Pernyataan para uskup diakhiri dengan meyakinkan “orang-orang di benua ini bahwa Gereja Katolik di Asia akan selalu bekerja untuk Asia yang lebih baik dan kebaikan semua orang.”

Sumber: Bishops identify new ways for better peaceful Asia

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi