Pada 6 November, puluhan penganut Konghucu menghadiri Misa di Gereja Thanh Cong dan bergabung dengan umat Katolik setempat dalam membersihkan makam-makam di tempat pemakaman subparoki Hai Duong.
Mereka menempatkan dupa di makam-makam dan berdoa untuk leluhur mereka di tempat pemakaman Katolik yang berbasis di kota Huong Tra, Provinsi Thua Thien Hue.
Salah satu dari mereka, Tran Huu Khang mengatakan dia mengunjungi makam kakek dari pihak ibu, Matheus Ngo Van Thong.
“Kami mengunjungi dan berdoa untuk para leluhur kami di makam-makam mereka pada November sebagai cara menunjukkan rasa solidaritas kami dengan kerabat Katolik kami dan memulihkan perpecahan di antara kami selama hampir dua abad,” kata Khang, seraya menambahkan bahwa leluhurnya dari desa Hai Duong bergabung dengan Katolik tahun 1841.
Petani berusia 53 tahun itu mengatakan umat Katolik tidak diizinkan memakamkan orang yang meninggal di dua tempat pemakaman di desa itu sehingga mereka harus membuat tempat pemakaman sendiri.
Para penduduk desa mengunjungi makam-makam para leluhur mereka dan mengadakan upacara peringatan kematian di rumah-rumah pada hari ke-25 bulan ke-12 tahun baru Imlek sementara umat Katolik berkumpul untuk berdoa bagi leluhur mereka di rumah mereka pada hari Minggu pertama bulan November.
Dia mengatakan perpecahan mereka tidak dijembatani hingga beberapa tahun terakhir ketika umat Katolik setempat mulai mengundang para penduduk desa beragama Buddha dan Konghucu untuk menghadiri pesta pernikahan dan peringatan kematian. Mereka juga berperan aktif dalam festival desa dan menawarkan uang untuk memelihara pemakaman desa.
“Akibatnya, umat Buddha dan Konghucu setempat sangat menghargai rasa solidaritas umat Katolik dan rela menghadiri pemakaman dan pernikahan mereka,” kata Khang.
Pengikut agama lain juga mengizinkan anak-anak mereka masuk Katolik dan menikah dengan orang Katolik.
Ayah tiga anak, yang putra sulung dan dua cucunya beragama Katolik, mengatakan umat Katolik menghormati leluhur mereka dan memberikan perhatian penuh kasih kepada anggota keluarga mereka, yang mirip dengan agama Konghucu.
“Kami percaya leluhur kami senang melihat kami bekerja sama menjaga tempat-tempat pemakaman mereka karena umat Katolik sekarang memiliki tempat pemakaman leluhur mereka di dua tempat pemakaman di desa, dan kami juga memiliki makam-makam leluhur kami di tempat pemakaman mereka,” katanya sambil meletakkan tanah di makam-makam yang rusak akibat banjir.
Menjunjung tinggi tradisi menghormati leluhur
Pastor Paul Nguyen Huu Hung, kepala Paroki Thanh Cong dengan 200 umat, mengatakan orang Vietnam secara tradisional mengadakan penghormatan kepada para leluhur mereka dengan mengadakan upacara untuk menandai peringatan kematian mereka dan menjaga makam-makam mereka. Mereka juga menghormati dan menjaga orang tua mereka yang masih hidup.
Pastor Hung mengatakan umat Katolik setempat memperbaiki makam-makam tua untuk menghormati leluhur mereka dan menunjukkan kasih sayang dan rasa terima kasih mereka kepada sesama.
Tahun lalu mereka membangun kembali 20 makam di pemakaman paroki dan 30 makam lainnya di dua tempat pemakaman di desa. Makam-makam tua tanpa nama itu adalah makam orang yang tewas dalam perang sebelum tahun 1975.
Bulan ini paroki berencana membangun kembali 35 makam janin yang keguguran atau meninggal setelah lahir. Kerabat mereka menguburkan mereka di tempat pemakaman paroki. Makam-makam ini sekarang berada di pemakaman keluarga Hai Duong yang hanyut oleh banjir bulan lalu.
“Sekarang kedua belah pihak rela bekerja sama untuk membina hubungan baik satu sama lain dengan mengunjungi keluarga orang meninggal dan membantu mengadakan pemakaman dan membawa peti jenazah ke makam,” katanya.
Imam itu mengatakan selama bulan November umat Katolik setempat menghadiri Misa harian, mengunjungi makam-makam untuk berdoa bagi leluhur mereka, dan melakukan pekerjaan amal sebagai cara untuk menjaga tradisi iman mereka dan melanjutkan pekerjaan baik leluhur mereka.
Mereka memiliki tempat persembahan leluhur di rumah-rumah mereka sehingga mereka dapat memperingati mereka pada Tet, atau Tahun Baru Imlek, festival, upacara peringatan kematian, dan pernikahan.
Le Viet Thu, seorang Buddhis dari distrik Quang Dien, mengatakan dia telah bergabung dengan umat Katolik setempat dalam menghadiri Misa dan mengunjungi pemakaman Paroki Sa Ngan pada 5 November selama tiga dekade.
“Saya memiliki kewajiban moral untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya yang mendalam kepada umat Katolik setempat karena mereka membantu saya,” katanya.
Ayah tiga anak ini mengatakan ladangnya seluas 600 meter persegi dulunya adalah milik pasangan Katolik yang tidak memiliki anak dan meninggal tahun 1980. Pemerintah memberikan lahan itu kepadanya setelah ia pensiun dari militer tahun 1992.
Seorang penganut Buddha lainnya, Nguyen Van Thang, mengatakan dia setiap tahun mengunjungi makam mendiang Uskup Agung Philip Nguyen Kim Dien di Katedral Phu Cam pada 2 November.
Thang mengatakan dia masih berhutang budi kepada uskup agung Hue itu yang meminta masyarakat lokal untuk menghemat beras dan memberikannya kepada orang-orang yang membutuhkan terlepas dari latar belakang mereka tahun 1980 ketika masyarakat lokal menderita akibat mekanisme ekonomi terpusat di pemerintahan dan embargo perdagangan AS.
“Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada almarhum dan leluhur merupakan kewajiban bagi yang masih hidup dan menjadi landasan kokoh bagi seluruh hubungan keluarga dan masyarakat,” ujarnya.
Sumber: United by ancestral worship in communist Vietnam