Sebuah kelompok pelayanan penjara yang dikelola Gereja Katolik di India mengimbau pemerintah untuk mempercepat reformasi dan rehabilitasi terhadap para narapidana dan lapas-lapas di negara tersebut.
Pelayanan Penjara India (PMI) menginginkan pihak berwenang mengatasi berbagai masalah seperti Lapas yang penuh sesak, penundaan persidangan, dan fasilitas kesehatan dan kebersihan yang tidak memadai untuk membantu mengubah kehidupan para narapidana (napi).
Adminstrasi dan pengelolaan penjara dan napi di India adalah tanggung jawab pemerintah provinsi atau negara bagian.
“Pemerintah telah merumuskan kebijakan dan program dengan maksud memberikan fasilitas yang lebih baik kepada para napi, tetapi seringkali manfaatnya tidak sampai kepada mereka yang mendekam di balik jeruji besi,” kata Pastor Francis Kodiyan dari MCBS (Kongregasi Misionaris Sakramen Terberkati).
Pastor Kodiyan, yang mendirikan PMI bersama dengan Pastor Varghese Karippery tahun 1981, mengatakan sekitar 450 delegasi menghadiri konvensi ke-13 organisasi itu di Goa pada 15-18 November.
Konvensi tersebut, menurut sebuah pernyataan resmi, mendesak pemerintah “mengadopsi langkah-langkah yang lebih konkret untuk meringankan kesulitan mereka yang berada di balik jeruji besi, keluarga mereka dan rehabilitasi mereka yang dibebaskan”.
“Lapas-lapas harus memberikan kesempatan bagi setiap napi untuk menerima kesalahan mereka, membuat mereka melakukan pertobatan dan perubahan. Adalah tugas pemerintah memastikan para napi menikmati hak-hak mereka yang fundamental dan mendasar,” kata pernyataan itu.
Menyinggung kondisi para Lapas yang memprihatinkan, Pastor Kodiyan mengatakan kepada UCA News pada 23 November “lebih dari 70 persen tahanan sedang menunggu atau sedang diadili, dan penundaan prosedur pengadilan membuat mereka rentan terhadap penyalahgunaan dan pelanggaran hak asasi manusia mereka.”
Dia mengatakan sebagian besar tahanan berasal dari latar belakang miskin dan karenanya tidak mampu membayar jasa pengacara yang kompeten.
“Sudah saatnya pemerintah mengambil inisiatif khusus memberikan bantuan hukum dan memastikan persidangan yang cepat,” kata imam itu.
Pastor Kodiyan juga mengusulkan klasifikasi dan pemisahan napi berdasarkan beratnya kejahatan mereka.
“Pelaku pertama atau pelaku ringan ditempatkan di sel penjara yang sama dengan penjahat berat, yang merugikan rehabilitasi mereka,” katanya.
Imam itu juga mengimbau pemerintah memulai lebih banyak penjara terbuka.
“Ini tidak hanya akan membantu mengurangi kepadatan di dalam Lapas tetapi juga membantu pelanggar pertama kali atau pelanggar kecil mengubah hidup mereka,” tambahnya.
PMI menekankan langkah-langkah lain seperti memfasilitasi “kunjungan pasangan suami-istri dan anggota keluarga, pertimbangan khusus bagi narapidana perempuan, terutama mereka yang sedang hamil dan memiliki anak kecil.”
PMI juga menyerukan Gereja Katolik untuk melatih dan melibatkan lebih banyak relawan selain 1.200 orang yang saat ini melayani di penjara. Ini dapat membantu mempercepat skema menyediakan pekerjaan, perumahan, perawatan kesehatan, dan pendidikan bagi mereka yang dibebaskan dari penjara dan keluarga mereka.
“Melayani para tahanan adalah melayani Kristus yang menderita,” kata Kardinal Philip Neri Ferrao dari Keuskupan Agung Goa dan Daman dalam pidato dalam konvensi pada 16 November.
Kardinal itu menyerukan untuk mengintegrasikan kembali para tahanan yang dibebaskan ke dalam masyarakat dengan kasih sayang.
“Pertobatan dan rekonsiliasi adalah tindakan kasih karunia untuk mengatasi tantangan dan pergumulan global kita,” kata Uskup Alwyn D’Silva, ketua Pelayanan Penjara India dari Konferensi Waligereja India (CBCI).
Konvensi tersebut memutuskan untuk membuka 10 rumah baru bagi narapidana yang dibebaskan dan 10 rumah khusus untuk anak perempuan yang diperdagangkan, selain menyiapkan 5.000 beasiswa untuk pendidikan anak-anak dari para narapidana.
Sumber: Indian Church run prison ministry calls for penal reforms