Konferensi Waligereja Filipina (CBCP) telah mengakui kegagalan para uskup untuk membahas pandangan yang bertentangan tentang dugaan penampakan Bunda Maria di kalangan umat Katolik di negara itu yang diselesaikan oleh Vatikan tahun 1951, tetapi masih dihormati oleh banyak orang.
CBCP dalam sebuah pernyataan memohon pengampunan atas kegagalan hierarki Gereja untuk memfasilitasi dialog tentang penampakan Bunda Maria Pengantara Segala Rahmat di Lipa, Batangas, selatan ibu kota Manila, tahun 1948.
Karena keterlambatan mereka, diakui para uskup, telah terjadi faksionalisme dalam Gereja lokal dengan kelompok pro-penampakan yang mengadu kelompok lawan dengan kasus pengadilan pidana.
“Itu [perpecahan] mungkin juga menunjukkan kelemahan kami sebagai pemimpin Gereja dalam memfasilitasi dialog dan membina persekutuan, terutama ketika saudara dan saudari di Gereja Katolik yang sama saling berkonflik mengenai masalah iman,” kata Uskup Kalookan, Mgr. Pablo David, ketua CBCP, kepada UCA News.
“Kami dengan rendah hati mohon maaf atas kekurangan ini,” tambah David, 64 tahun.
Pada 13 Mei, Pastor Winston Cabading, OP, dari Keuskupan Agung Manila ditangkap karena diduga “menyinggung perasaan keagamaan” ketika dia menyebut penampakan di Batangas ada unsur “iblis”.
Imam pengusir setan Dominikan berusia 57 tahun itu, yang tetap ditahan hingga 21 Mei, ditangkap menyusul pengaduan oleh mantan hakim pengadilan, Harriet Demetriu, yang mengaku sebagai devosan yang menghormati penampakan tersebut.
Menyusul penangkapan Pastor Cabading, Asosiasi Pengusir Setan Filipina dan kelompok awam lainnya mendukung imam itu.
Uskup David mengatakan CBCP tidak akan mengomentari kasus pidana Pastor Cabading.
“Inti dari perjuangan hukum saya melawan Pastor Cabading adalah pembuktian kebenaran dalam kasus penampakan. Pastor Cabading, dan sesama pengusir setan dari Keuskupan Agung Manila, dan sekutu kuat, Konferensi Waligereja Filipina, adalah penyebar kebohongan dan kepalsuan terhadap Bunda Maria, Perantara Segala Rahmat,” kata Demetriu saat berpidato di sebuah konferensi pers di Manila pada 27 Mei.
Mengacu pada kasus Demtriu yang tertunda di pengadilan di Manila, uskup itu menyesalkan bahwa seorang Katolik seperti Demtriu terpaksa mengajukan kasus pidana untuk masalah yang dapat dihindari oleh otoritas Gereja jika mereka bertindak lebih awal.
Seorang Katolik akan merasa perlu mencari jalan lain ke pengadilan sipil untuk masalah yang berkaitan dengan “masalah iman sangat mengecewakan,” tambahnya.
“Saya tidak akan terkejut jika pengadilan memutuskan itu di luar kompetensinya.”
Prelatus senior itu mendesak umat Katolik untuk menahan diri untuk mengungkit penampakan tahun 1948 itu karena masalah itu telah diselesaikan oleh Kongregasi Ajaran Iman Vatikan tahun 1951.
“Roma berbicara tentang masalah ini 1951 dan menegaskan kembali posisinya tahun 2015 — yaitu, dugaan penampakan Lipa [Batangas], berdasarkan penyelidikan tahun 1949, telah dinilai ‘tidak memiliki tanda istimewa atau supernatural,’” kata Uskup David, yang diangkat menjadi uskup pada usia 47 tahun.
Dalam sebuah pernyataan tahun 2015, Takhta Suci menegaskan “masalah fenomena Lipa [Batangas] tidak tunduk pada otoritas uskup keuskupan setempat,” kata Uskup David.
Namun, ia memperingatkan umat Katolik dan pengusir setan untuk tidak merujuk pada penampakan sebagai karakter “setan”, seperti yang dilakukan oleh Pastor Cambade selama konferensi nasional ke-4 tentang Pelayanan Pembebasan Rohani dan Eksorsisme pada Agustus 2019, ketika dia mengatakan “bagaimana setan dapat tampak suci … meniru apa pun yang mereka [orang percaya] inginkan.”
“Sementara Roma memang menilai peristiwa-peristiwa yang dipermasalahkan itu alami dalam karakter dan asal-usulnya, tidak ada dalam fenomena tersebut yang bersifat ‘iblis’,” kata prelatus itu.
Uskup David mengatakan CBCP juga mengeluarkan penasehat pastoral tahun 2015, meminta umat untuk berhenti membuat komentar serius, terutama di media sosial, tentang penampakan itu.
Hingga saat ini, kami “hanya mendukung keputusan Roma tentang masalah ini,” tegas prelatus itu.
Namun, pengakuan mea culpa dan penjelasan CBCP tidak membuat perbedaan apa pun bagi umat Katolik yang masih menghormati penampakan tersebut.
“Kami membaca tentang kasus Pastor Cabading di koran. Tetapi dengan atau tanpa deklarasi Gereja, kami menghormati Bunda Maria di sini di Batangas,” kata seorang devosan, Jenny Desacula kepada UCA News.
Desacula bahkan mengklaim keputusan Roma tidak akan mempengaruhi pengabdiannya.
“Vatikan telah memutuskan bahwa tidak ada asal supernatural. Tetapi jika ada efek dari penampakan itu, itu adalah fakta bahwa banyak orang di provinsi itu telah mengembangkan devosi,” tambahnya.
“Itu, bagi kami, keajaiban.”
Sekelompok devosan Bunda Maria mengatakan devosan mereka pada penampakan dan Bunda Maria tidak dapat diukur dengan pernyataan dan dekrit kepausan.
“Kami masih menyimpan gambar Bunda Maria Pengantara Segala Rahmat. Mereka mengingatkan kita akan kasih dan pengabdian kita, kata seorang umat paroki Manila, Freny Olayres, kepada UCA News.
Sumber: Philippine bishops admit to marian apparition failure