Pengadilan tinggi negara bagian India selatan telah menolak banding dari seorang uskup Katolik yang menantang yurisdiksi pengadilan sipil tentang masalah internal agama Katolik.
Pengadilan Tinggi Karnataka menolak banding dari Uskup Chikmangalur, Mgr. Anthony Swamy, dengan memutuskan bahwa pengadilan sipil dapat menangani masalah agama Katolik, dan mengatakan Hukum Kanonik, yang menurut prelatus itu diberi kewenangan untuk menanganinya, tidak memiliki kekuatan hukum di India.
Pengadilan mendengarkan petisi dari empat umat Katolik dari Keuskupan Chikmangalur di Karnataka untuk mengadakan setidaknya satu Misa pada Hari Minggu dan hari raya lainnya dalam Bahasa Konkani lokal, bahasa Indo-Arya yang digunakan di wilayah Konkan di sepanjang pantai barat India.
“Memang benar Mahkamah Agung menolak kasasi kami. Kami harus mempelajari perintah tersebut secara rinci sebelum memutuskan tindakan selanjutnya,” kata V. T. Thomas, seorang pengacara dari keuskupan.
“Pengadilan Tinggi hanya menegaskan hak pengadilan sipil untuk menangani masalah agama Katolik dan tidak merujuk pada sengketa tersebut,” katanya kepada UCA News pada 6 Juni.
“Dalam hal legalitas Hukum Kanonik, kehidupan setiap umat Katolik diatur dalam kanonik untuk semua tujuan praktis, ” katanya.
Di antara 42 paroki di keuskupan itu, perselisihan berpusat di tiga gereja, termasuk katedral.
Mayoritas umat di Gereja Katedral St. Joseph, Gereja Kristus Raja di Jyoti Nagar, dan Gereja Keluarga Kudus di Vijayapura, menggunakan Bahasa Konkani.
Perselisihan bahasa dimulai tahun 2006 ketika uskup saat itu, Mgr. John Baptist Sequeira, meminta paroki untuk menggunakan Bahasa Kannada resmi negara bagian itu untuk tujuan liturgi, termasuk Misa. Namun, selama bertahun-tahun, paroki mengadopsi bahasa lain, termasuk Konkani.
Lebih dari 65 persen umat di Keuskupan Chikmangalur di bagian barat daya Negara Bagian Karnataka berbicara Bahasa Konkani.
“Kami telah meminta Uskup Swamy untuk mengizinkan kami mengadakan setidaknya satu Misa pada Hari Minggu dan hari raya lainnya dalam bahasa asli kami – Konkani – tetapi dia belum siap,” kata Steven Lobo, salah satu dari empat pemohon.
“Ketika uskup menolak permintaan resmi kami, kami mengajukan kasus ini tahun 2017 di pengadilan di Chikmangalur, kata Lobo kepada UCA News pada 6 Juni.
Pengadilan menolak pembelaan mereka, menyetujui pendapat uskup bahwa pengadilan sipil tidak memiliki wewenang untuk menangani masalah-masalah berbasis agama dari seorang Katolik, yang berada di bawah Hukum Kanonik.
Selanjutnya, banding diajukan ke ketua pengadilan, yang pada Maret 2020 membatalkan perintah pengadilan, menyatakan pengadilan sipil memiliki yurisdiksi untuk mengadili masalah agama Katolik.
Keuskupan itu, yang dipimpin oleh Uskup Swamy, mengajukan banding atas perintah ini di pengadilan tinggi negara bagian itu, yang menolak banding tersebut pada 26 Mei.
“Kami akan segera mengajukan permohonan baru kepada uskup dengan salinan perintah pengadilan tinggi untuk menerima permintaan kami,” tegas Lobo.
“Saya tidak mengerti mengapa uskup begitu bersikeras karena paroki lain mengadakan Misa dalam Bahasa Konkani,” kata Stanley D’Silva, seorang awam Katolik.
Seorang pejabat keuskupan, yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan keuskupan tidak mau menentang umatnya dan tidak berencana mengajukan banding atas perintah Pengadilan Tinggi Karnataka.
“Melakukan banding terhadap perintah Pengadilan Tinggi mungkin tidak dapat dilakukan karena paroki-paroki lain sudah mengadakan Misa dalam Bahasa Konkani,” katanya.
Uskup Swamy mengatakan kepada UCA News pada 7 Juni, “Saya akan memutuskan tindakan selanjutnya setelah berkonsultasi dengan tim hukum saya.”
“Kami tidak tertarik pada proses pengadilan. Kami hanya ingin uskup mengizinkan kami mengadakan satu Misa dalam Bahasa Konkani setiap hari Minggu dan hari raya lainnya,” kata Lobo.
Sumber: Indian court rejects bishops plea on Mass change