Ketekunan para pemimpin religius wanita yang melakukan misi kemanusiaan di seluruh dunia untuk menyeimbangkan kehidupan spiritual mereka dan pekerjaan mereka yang berbahaya untuk menjaga keluarga tetap bersama dan terhubung dengan komunitas mereka.
“Saya pikir kita perlu bersemangat, kita harus tegas dan kita harus bertindak sekarang juga,” kata Suster Norma Pimentel, dari Kongregasi Suster-suster Misionaris Yesus dan direktur eksekutif Catholic Charities di Rio Grande Valley dan pemimpin Humanitarian Respite Center untuk keluarga yang melarikan diri dari kekerasan di Amerika Tengah.
Suster Norma berbicara pada sebuah seminar pada 14 September yang disponsori bersama oleh Inisiatif Ajaran Sosial Gereja dan Kehidupan Masyarakat Universitas Georgetown dan Pusat Agama, Perdamaian, dan Urusan Dunia di Berkley.
Suster Norma menyerukan perlunya “menghidupi Injil secara radikal dalam kehidupan kita sehari-hari.”
Diskusi panel ini bertujuan mengkaji bagaimana lebih dari 700.000 biarawati Katolik di seluruh dunia, yang biasanya melayani masyarakat miskin, kaum muda dan orang-orang kurang beruntung meskipun menghadapi permusuhan dengan pemerintah lokal dan nasional.
“Anda harus berjalan bersama,” kata Suster Maryknoll Patricia “Pat” Ryan, yang tinggal di Peru sejak tahun 1971, bekerja dengan para petani pribumi di Pegunungan Andes.
Ia menyebut bahwa hidup berdasarkan pilihan preferensi bagi masyarakat miskin, yang merupakan salah satu landasan ajaran sosial Gereja.
Suster Pauline Acayo, anggota Kongregasi Suster-suser Maria Imakulata di Gulu, Uganda, mengatakan dia tertarik pada kehidupan religius karena mendapat kesempatan untuk “menghidupkan mereka yang putus asa” dan “bersuara bagi mereka yang tidak bersuara.”
Hal ini berarti baginya, bekerja di Kenya untuk Catholic Relief Services, mengajar para orangtua bagaimana cara terbaik memenuhi kebutuhan emosional dan fisik anak-anak mereka, “menyatukan pasangan untuk memperkuat hubungan di rumah mereka.”
Ajaran Katolik tentang martabat manusia dan kebaikan manusia “mengimbau kita untuk memperhatikan kebutuhan orang miskin… dan membantu memenuhi kebutuhan spiritual dan material mereka,” katanya.
Kepemimpinan dalam semua bidang ini tidak berarti menempatkan diri sendiri di atas orang lain, kata Suster Rosemary Nyirumbe, anggota Kongregasi Suster-suster Misionaris Hati Kudus Yesus di Gulu, yang memimpin Pusat Latihan Menjahit St. Monica, yang bekerja dengan korban kekerasan.
“Kita semua sama,” katanya. “Memimpin dengan memberi contoh. Hadir. Gereja memanggil kita untuk mengatakan, ‘Apa yang bisa saya berikan kepada mereka? Apa yang bisa memperbaiki kehancuran mereka?'”
Hal ini juga berarti, kata Suster Pat, “menjangkau setiap orang” dan bekerja dengan orang-orang sedemikian rupa sehingga mereka dapat “mengetahui martabat mereka.”
Bagi masyarakat adat yang dia layani, “Kehidupan mereka tidak dianggap berharga.” Tahun lalu, tambahnya, militer Peru menembaki sekelompok masyarakat adat.
Suster Norma menjelaskan di AS, kepedulian terhadap masyarakat miskin, terutama di perbatasan Meksiko, telah “dibajak oleh platform politik yang mencoba membangun narasi ketakutan.”
Itulah sebabnya tahun 2021 dia mendorong Presiden Joe Biden untuk mengunjungi perbatasan untuk melihat ibu-ibu di area tersebut.
Sumber: Catholic religious sisters share their witness of living radically