Para pemimpin agama Kristen dan Buddha bergabung dengan kelompok buruh untuk berpuasa dan doa di Seoul, ibu kota Korea Selatan, untuk menekan pemerintah untuk mengamandemen undang-undang (UU) serikat buruh untuk menjamin perlindungan hak-hak mereka.
Para pemimpin Komite Keadilan dan Perdamaian Dewan Gereja Korea (NCCK), Komite Sosial dan Perburuhan Ordo Buddha Korea, dan Komite Pastoral Biro Buruh Keuskupan Agung Seoul bergabung dalam program ini pada 14 November, demikian yang dilaporkan surat kabar Hankyoreh.
Kelompok-kelompok tersebut telah meminta pemerintahan Presiden Yoon Suk Yeol untuk mengubah UU ketenagakerjaan selama sesi Majelis Nasional yang sedang berlangsung yang berakhir pada 22 November.
Doa, aksi duduk dan konferensi pers diadakan di depan gedung Majelis Nasional.
Penyelenggara mengatakan program puasa, doa, dan duduk bersama akan berlanjut hingga akhir sidang parlemen.
Kelompok buruh mengatakan UU Penyesuaian Serikat Pekerja dan Hubungan Perburuhan yang berlaku saat ini, yang disahkan sekitar 70 tahun lalu, sudah “ketinggalan zaman” dan gagal melindungi hak-hak para pekerja.
“[Ini] tidak mengikuti kenyataan yang telah berubah, melainkan memenjarakan dan membunuh hak-hak pekerja,” kata kelompok buruh.
“Serikat pekerja menuntut upah yang adil”
Mereka juga menuduh UU serikat pekerja saat ini secara efektif menguatkan kelompok bisnis dan perusahaan yang terus menuntut serikat pekerja atas kerugian bahkan dalam kasus menuntut upah yang adil bagi pekerja.
“Berdasarkan undang-undang serikat pekerja saat ini, subkontraktor mungkin berada di bawah tekanan untuk menuntut pesangon,” kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.
Mereka mengutip kasus Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering yang mengajukan gugatan sebesar 47 miliar won Korea (35,4 juta dolar AS) terhadap administrasi cabang subkontraktor pembuatan kapal Geoje, Tongyeong, dan Goseong dari Serikat Pekerja Logam Korea.
Serikat pekerja melakukan mogok selama 51 hari tahun lalu untuk menuntut upah yang lebih tinggi, kata kelompok tersebut.
Mereka mengatakan “para pekerja dibebani dengan kerugian sebesar puluhan miliar won atas kegiatan serikat pekerja,” dan menekankan Pasal 3 harus diamandemen untuk membatasi beban keuangan.
Tahun 2014, amplop kuning berisi uang tunai dikirimkan untuk mendukung kaum buruh yang tergabung dalam serikat pekerja untuk membayar kompensasi kepada SsangYong Motor atas pemogokan tahun 2009 yang mengakibatkan serikat pekerja diperintahkan untuk membayar pesangon sebesar 4,7 miliar won.
Kelompok buruh menyebut usulan amandemen UU saat ini sebagai “RUU Amplop Kuning.”
Usulan tersebut membenarkan pemogokan yang dilakukan oleh pekerja subkontrak terhadap klien pemberi kerja mereka, meskipun klien tersebut tidak mempekerjakan pekerja tersebut secara langsung.
Selain itu, manajemen akan dilarang menuntut kompensasi atas kerusakan yang diakibatkan oleh pemogokan ilegal, kecuali jika mereka menilai kerusakan yang disebabkan oleh masing-masing individu.
Kelompok buruh menuduh bahwa UU yang berlaku di Korea Selatan tidak mencerminkan situasi buruh harian lepas, yang jumlahnya meningkat secara dramatis.
“Seiring dengan perubahan struktur industri dan bentuk pekerjaan secara dramatis, pekerjaan tidak langsung seperti pengiriman dan subkontrak serta pekerjaan khusus dan pekerja platform, telah meningkat secara dramatis,” kata kelompok buruh.
“Tetapi undang-undang tersebut gagal mencerminkan kenyataan ini.”
“Bencana bagi perekonomian Korea”
Enam lobi bisnis terbesar di Korea Selatan mengadakan konferensi pers pada 13 November untuk mendesak presiden untuk menggunakan hak vetonya untuk memblokir RUU tersebut, yang mereka klaim akan menjadi bencana bagi perekonomian dan industri Korea.
“Satu-satunya cara untuk mencegah krisis ekonomi yang mungkin ditimbulkan oleh RUU ini adalah melalui hak veto presiden,” kata para lobi bisnis dalam pernyataan bersama, lapor Korea Times.
RUU yang diusulkan tidak disahkan dalam dua majelis sebelumnya antara tahun 2012 dan 2020 karena mendapat tentangan keras dari para pemimpin bisnis.
Lobi-lobi bisnis memperingatkan jika RUU ini disahkan maka akan mengakibatkan perselisihan perburuhan yang tidak ada habisnya di tempat kerja.
Mereka juga menjelaskan manajemen tidak dapat menilai kerusakan yang disebabkan oleh masing-masing individu karena kaum buruh yang tergabung dalam serikat pekerja cenderung memakai masker dan menutup kamera pengawas selama mogok kerja.
Partai oposisi utama Partai Demokrat Korea (DPK) dan partai oposisi lainnya mendukung
RUU tersebut, sementara anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa menolak memberikan suara mendukung.
Kim Gi-hyeon, perwakilan partai yang berkuasa, mendesak Yoon untuk memveto RUU Amplop Kuning dan beberapa usulan amandemen lainnya “demi rakyat dan negara.”
Sumber: Korean religious groups join call for labor friendly law