Natal di Betlehem dan Tanah Suci tahun ini akan menjadi salah satu perayaan yang penuh kekhidmatan, doa dan puasa ketika para patriark dan pemimpin Gereja di Yerusalem menyerukan umat Kristiani untuk tidak mengadakan “kegiatan perayaan yang tidak perlu” selama masa Natal tahun ini dan “membangun solidaritas” dengan mereka yang menghadapi penderitaan perang, lebih fokus pada makna Natal.
“Sejak dimulainya perang, terdapat suasana kesedihan dan kesakitan. Ribuan warga sipil tak berdosa, termasuk wanita dan anak-anak, tewas atau menderita luka serius,” kata mereka dalam Pesan Natal tertanggal 10 November tentang “Perayaan Adven dan Natal di Tengah Perang.”
“Masih banyak orang yang berduka atas kehilangan rumah-rumah mereka, orang-orang yang mereka cintai, atau nasib yang tidak menentu dari orang-orang yang mereka sayangi. Di seluruh kawasan, bahkan lebih banyak lagi yang kehilangan pekerjaan dan menderita karena tantangan ekonomi serius.”
Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, yang diperintah oleh Hamas, lebih dari 11.100 warga Palestina telah tewas sejak 7 Oktober.
Meskipun mereka berulang kali menyerukan gencatan senjata dan mengurangi eskalasi kekerasan, perang terus berlanjut, kata para pemimpin Gereja dalam pesan mereka.
Mereka mengatakan meskipun masa Adven biasanya merupakan masa yang penuh kegembiraan dan persiapan perayaan Natal termasuk Misa serta perayaan publik yang penuh warna, “ini bukanlah waktu yang normal.”
“Kami menyerukan kepada umat kami untuk tetap teguh di tengah penderitaan pada tahun ini dan tidak mengadakan kegiatan perayaan yang tidak perlu,” kata para pemimpin Gereja.
“Kami juga mendorong para imam dan umat beriman untuk lebih fokus pada makna Natal dalam kegiatan pastoral dan perayaan liturgi mereka selama masa ini, dengan semua fokus diarahkan untuk mengingat sesama kita yang terkena dampak perang ini dan konsekuensinya, dan dengan doa yang sungguh-sungguh untuk perdamaian yang adil dan abadi bagi Tanah Suci kita tercinta.”
Mereka juga mengajak umat beriman untuk “berdoa dan berkontribusi dengan murah hati” semampu mereka untuk membantu para korban perang dan orang-orang yang membutuhkan.
“Dengan cara ini, kami percaya, kami mendukung mereka yang terus menderita – seperti yang Kristus lakukan bersama kita dalam Inkarnasi-Nya agar semua umat Tuhan dapat menerima harapan akan Yerusalem Baru di hadapan mereka. Yang Mahakuasa, di mana ‘kematian tidak akan ada lagi, tidak ada lagi perkabungan, tidak ada tangisan, tidak ada rasa sakit, karena hal-hal yang lama sudah berlalu’ (Wahyu 21:4),” tulis pesan mereka.
Sementara itu, para uskup di seluruh dunia turut berdoa bagi perdamaian di Tanah Suci dan mengecam kekerasan itu.
Pada 10 November, Konferensi Waligereja Australia mengeluarkan pernyataan bertajuk “Berdoa untuk Perdamaian Abadi.”
Uskup Agung Perth Mgr. Timothy Costelloe, ketua Konferensi Waligereja Australia, mengatakan “Para uskup Katolik Australia bergabung dengan komunitas Katolik di Australia dalam mengungkapkan kesedihan dan penderitaan kami atas penderitaan orang-orang di Tanah Suci.”
Selain berdoa “untuk saudara-saudari kita di Tanah Suci” dan mengingat mereka “dan penderitaan mereka di dalam hati kita,” para uskup menyerukan umat beriman “untuk berdoa bersama kami demi perdamaian abadi dan kemenangan martabat manusia.”
Para uskup Prancis juga membahas perang Israel-Gaza pada sidang pleno di Lourdes pada 3-8 November.
“Kami menyerukan kepada semua warga negara kami di Prancis untuk tetap menjaga perdamaian antar komunitas agama,” kata Uskup Agung Reims Mgr. Éric de Moulins d’Amieu de Beaufort dan ketua Konferensi Waligereja Prancis pada 8 November.
Sumber: Holy Lands Christians urged to stand strong in advent message