Para pemimpin Gereja di Filipina telah menyatakan kekecewaan mereka atas penundaan pembebasan tahanan politik paling terkemuka dan mantan Senator Leila De Lima, seorang kritikus keras terkait ‘perang melawan narkoba’, yang dimulai oleh mantan Presiden Rodrigo Duterte.
“Puji Tuhan atas kabar baik ini. Tapi, kenapa baru sekarang? Mengapa butuh waktu lama baginya untuk mendapatkan jaminan?” tanya Uskup Kalookan Mgr. Pablo Virgilio David, ketua Konferensi Waligereja Filipina (CBCP).
De Lima dibebaskan sementara pada 13 November setelah ditahan polisi selama lebih dari enam tahun atas tuduhan terkait narkoba.
Sebagai senator, De Lima meluncurkan penyelidikan yang dipimpin Senat terkait “perang melawan narkoba” berdarah, yang menurut kelompok HAM, telah menewaskan lebih dari 12.000 orang.
Penundaan ini “menjadikan jelas bahwa ada sesuatu yang salah dengan sistem peradilan kita,” kata Uskup David dalam sebuah pernyataan.
Tahun 2009, De Lima, sebagai ketua Komnas HAM, meluncurkan penyelidikan terhadap tersangka Pasukan Kematian Davao, yang dimulai oleh Duterte, membidik penjahat dan pengedar narkoba sebagai walikota kota tersebut selama lebih dari dua dekade.
Penyelidikan tersebut dilaporkan telah menemukan kuburan massal sisa-sisa manusia di dekat tambang dan ratusan tewas yang diduga terkait dengan Pasukan Kematian Davao.
Tahun 2016, De Lima, yang menyelesaikan tugasnya sebagai Menteri Kehakiman, terpilih menjadi anggota Senat ketika Duterte memenangkan kursi kepresidenan dengan platform untuk menindak orang-orang terkait di negara mayoritas Katolik tersebut.
Duterte melanjutkan ‘perang melawan narkoba’ sebagai presiden dan hampir 6.000 orang dibunuh (2016-2022). Banyak pembunuhan di luar proses hukum terjadi di wilayah termiskin di negara ini.
Ketika dia menjadi presiden tahun 2016, Duterte bersumpah: “Saya harus menghancurkannya [De Lima] di depan umum.”
Dalam pesannya kepada Duterte setelah pembebasannya, De Lima mengatakan, “Tuhan ampuni dia dan Tuhan memberkati dia. Dia tahu apa yang dia lakukan padaku.”
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah meluncurkan penyelidikan terhadap “perang melawan narkoba” yang dilakukan Duterte.
De Lima, yang dituduh memfasilitasi perdagangan narkoba di penjara terbesar di Filipina ketika dia menjabat Menteri Kehakiman (2010-2015), diberikan perintah pembebasan setelah para saksi menarik kembali kesaksian mereka.
“Saya senang De Lima akhirnya dibebaskan. Jelas sekali bahwa tuduhan palsu terhadapnya disebabkan oleh penyelidikannya terhadap pembunuhan di luar proses hukum di negara itu yang dimulai di Davao di bawah pemerintahan Duterte,” kata Pastor Amado Picardal, mantan sekretaris CBCP.
“Saya berharap mereka yang bertanggung jawab atas ketidakadilan dan pembunuhan massal di negara ini pada akhirnya akan dimintai pertanggungjawaban, terutama oleh
Pengadilan Kriminal Internasional,” kata Pastor Picardal kepada UCA News.
Pembebasan De Lima akan mendorong Gereja “dalam misinya untuk mencari keadilan bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia” yang dilakukan oleh Duterte, tambah Picardal.
Pastor Picardal sebelumnya bekerja dengan Koalisi Menentang Eksekusi, yang menentang Pasukan Kematian Davao.
Uskup Agung Palo Mgr. Ramon Stephen Aguilos mengatakan dia “sangat senang” atas pembebasan De Lima.
“Saya bersukacita bersamanya dan semua orang yang telah lama mendoakan dan mengharapkan pembebasannya,” kata Uskup Agung Aguilos.
Sumber: Philippine church slams delayed release of duterte critic