Gereja Katolik dan pemerintah di Vietnam telah memberikan bantuan kepada ribuan orang yang terkena banjir besar yang disebabkan oleh pembuangan air dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Hue yang dilanda banjir sejak 13 November, menewaskan lima orang dan merusak 19.000 rumah, tanaman, unggas, dan ternak. Air mulai surut di beberapa tempat pada 20 November.
Pastor Andrew Le Minh Phu, kepala badan amal kepausan, Caritas, di Provinsi Hue, mengatakan Uskup Agung Hue Mgr. Joseph Nguyen Chi Linh, Uskup Agung Coadjutor Joseph Dang Duc Ngan dan para pekerja Caritas menggunakan perahu untuk mendistribusi uang, beras, mie instan, saus ikan, dan masakan minyak untuk 500 keluarga di sejumlah paroki – Cay Da, Duong Son, Ke Van, Kim Giao, Nhat Tay, dan Tan Luong.
Relawan dari paroki-paroki membawa ratusan orang ke tempat yang aman, tambah pastor itu.
Pemerintah telah memberikan 2.000 paket mie instan dan air bersih untuk membantu masyarakat yang terkena dampak di Kota Hue, sebuah situs warisan dunia yang populer di kalangan wisatawan.
Nguyen Hua dari Distrik Quang Dien, Provinsi Hue mengatakan air mulai naik dengan cepat setelah tiga PLTA di Binh Dien, Huong Dien, dan Ta Trach membuang air ke sungai pada 13 November malam.
“Kami tidak diberitahu tentang banjir sampai rumah kami terendam air,” kata Hua, seraya menambahkan tujuh anggota keluarganya berkumpul di loteng rumah seluas 15 meter persegi, makan nasi mentah dan mie instan, serta minum air banjir yang tercemar selama berhari-hari untuk bertahan hidup.
Hua dan putranya dibawa ke rumah sakit setempat dengan perahu karena keracunan makanan.
Ia mengatakan, 1.000 kilogram beras rusak dan 160 ekor ayam mati terendam banjir.
“Kami akan menghadapi kekurangan pangan yang parah dalam beberapa bulan mendatang dan tidak tahu bagaimana cara membayar utang kami,” kata petani berusia 52 tahun itu.
Negara komunis dengan garis pantai sepanjang 3.200 kilometer dan sebagian besar penduduknya berjumlah 100 juta jiwa yang tinggal di kota-kota dataran rendah dan delta sungai sebagian besar bergantung pada batu bara dan tenaga air untuk energinya.
Provinsi Hue adalah rumah bagi 13 PLTA dengan total kapasitas lebih dari 459 megawatt.
Sebagian besar PLTA dimiliki oleh perusahaan swasta. Banyak masyarakat setempat mengatakan PLTA membuang air ke sungai saat hujan lebat untuk menghindari kerusakan pada bendungan mereka.
Mereka menuduh bahwa perusahaan swasta mengabaikan kerugian yang ditimbulkan pada kehidupan dan harta benda masyarakat. Mereka mengupayakan agar air dikeluarkan pada siang hari setelah memberi tahu masyarakat sebelumnya.
Menurut pakar lingkungan, PLTA didirikan setelah menghancurkan ribuan hektar hutan alam sehingga dapat membantu mencegah banjir secara efektif.
Mereka mengatakan pemilik PLTA kurang memperhatikan pembersihan bendungan sehingga menyebabkan pencemaran air tidak hanya di bendungan tetapi juga di sungai.
Tahun 2020, banjir dahsyat merenggut 19 nyawa di Distrik Phong Dien dan Provinsi Hue mencatat 43 tewas dan 122 luka-luka.
Pada Oktober, Distrik Quy Chau di Provinsi Nghe An menuntut kompensasi sebesar 177 miliar dong (7,375 juta dolar AS) setelah tiga PLTA lokal mengeluarkan air dengan aliran 2,000-2,500 meter kubik per detik, sehingga menggenangi daerah tersebut.
Tahun 2020, negara Asia Tenggara ini memiliki 429 PLTA dengan total kapasitas 56 miliar meter kubik, yang mencakup 86 persen dari total kapasitas waduk nasional, menurut Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.
Menurut kementerian itu, PLTA menghasilkan 20.568 megawatt, sekitar 37 persen dari total kapasitas terpasang sistem ketenagalistrikan nasional.
Penjajah Prancis membangun PLTA Ankroet dengan kapasitas 0,6 megawatt di Provinsi Lam Dong tahun 1945.
Proyek pembangkit listrik tenaga air pertama di negara tersebut ditingkatkan menjadi 4,4 megawatt tahun 1998.
PLTA Son La terbesar di negara itu diresmikan tahun 2012 dengan kapasitas 9,26 miliar meter kubik.
Vietnam, negara berkembang, berencana memproduksi 29.346 megawatt dari PLTA tahun 2030.
Sumber: Church rushes to the aid of flood victims in Vietnam