UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Gereja Thailand ikut berantas hukuman mati

Oktober 11, 2010

Gereja Thailand ikut berantas hukuman mati

Uskup Ubon Ratchathani Mgr Banchong Chaiyara

Gereja Thailand bergabung dengan Amnesty International dan aktivis lainnya dalam mengutuk pemberlakuan kembali eksekusi mati yang dalam enam tahun terakhir tidak diberlakukan.

“Kami berkampanye melawan bunuh diri karena hidup itu berharga dan suci. Namun, kita masih memiliki hukuman mati,” kata Vilaiwan Phokthavi, ketua pelayanan Yesuit untuk para tahanan asing.

 Perempuan ini bergabung dengan para aktivis lainnya pada hari Minggu 10 Oktober untuk memperingati Hari Menentang Hukuman Mati se-Dunia.

 Pada tahun 2009, Thailand mengeksekusi mati dua pengedar narkoba dengan suntikan. Eksekusi mati pertama di Thailand dilakukan tahun 2003. Eksekusi ini menimbulkan rasa takut di kalangan para tahanan yang menunggu pelaksanaan eksekusi, kata Vilaiwan.

 “Undang-undang Thailand mengizinkan hukuman mati, namun kebanyakan tahanan yang menunggu dieksekusi tetap ditahan tanpa batas tertentu.”

 Menurut Vilaiwan, pengadilan Thailand hanya mempertimbangkan pelanggaran dan bukan keadaan di balik kejahatan.

 “Beberapa orang terjerat narkoba karena mereka miskin atau terpaksa,” katanya

 Uskup Ubon Ratchathani Mgr Banchong Chaiyara mengatakan, hukuman mati itu bertentangan dengan ajaran Katolik.

 “Gereja Thailand menentang hukuman mati dan menganjurkan hukuman seumur hidup. Undang-undang tidak berhak mengambil kehidupan manusia,” kata Uskup Banchong, ketua Komisi Pembangunan Sosial dan ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian. Kedua komisi itu berada di bawah Konferensi Waligereja Thailand.

 Direktur Amnesty International Thailand Parinya Boonridrerthaikul mendukung pandangan Gereja.

 “Hukuman mati merupakan hukuman kejam dan tidak manusiawi. Banyak pemerintah membenarkan hukuman mati dengan menyatakan bahwa hukuman mati mencegah kejahatan. Tetapi tidak ada bukti bahwa hal itu benar.”

 Dalam pelaksanaan hukuman mati, sering orang miskin, kelompok minoritas etnis dan agama menjadio korban, tambah Parinya. “Hukuman mati sering diterapkan sewenang-wenang untuk menindas.”

 Eksekusi dapat dibatalkan jika terdakwa terbukti tidak bersalah.

 “Inilah gejala budaya kekerasan dan harus dihapuskan,” katanya.

 Dua-pertiga lebih dari negara-negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati.

Sementara 58 negara tetap mempertahankannya dalam undang-undang, dan hampir semua tidak menerapkannya. Pada tahun 2009, 18 negara mengeksekusi mati 714 orang. Kebanyakan dari negara-negara itu berada di Asia.

Sementara sebagian besar eksekusi dilakukan di Cina, sedikitnya 26 eksekusi terjadi di Bangladesh, Jepang, Korea Utara, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Hukuman mati yang telah dilakukan di Asia sebanyak 819 orang.

Oleh Panithan Kitsakul, ucanews.com, Bangkok, Thailand

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi