UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Pengungsi Hindu Myanmar Cemas Setelah Rencana Repatriasi Dibatalkan

Nopember 21, 2018

Pengungsi Hindu Myanmar Cemas Setelah Rencana Repatriasi Dibatalkan

Sejumlah anak muda yang adalah pengungsi beragama Hindu mengikuti sebuah pelajaran di kamp pengungsi Kutupalong di banglades pada 15 November. Tidak satu pun pengungsi pulang dari Banglades ke Myanmar pada 15 November untuk program repatriasi yang masih diperdebatkan. (Foto: Dibyangshu Sarkar/AFP)

Ratusan pengungsi beragama Hindu di Banglades cemas karena repatriasi mereka ke kampung halaman di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, ditunda.

Ni Maw, seorang tokoh umat Hindu di Maungdaw, mengatakan sekitar 440 umat Hindu ingin pulang ke Negara Bagian Rakhine karena mereka merasa Myanmar adalah rumah mereka.

“Umat Hindu tidak punya masalah dengan umat beragama lain seperti umat Islam atau umat Buddha, maka para pengungsi beragama Hindu ingin hidup rukun di Negara Bagian Rakhine setelah pulang ke rumah mereka,” katanya kepada ucanews.com.

Ia mengatakan para pengungsi beragama Hindu merasa kecewa bahwa repatriasi ditunda hingga tahun depan.

“Saya tidak tahu kapan mereka akan pulang karena ini sepenuhnya tergantung baik pada pemerintah Banglades maupun pemerintah Myanmar,” lanjutnya.

Hla Tun, seorang tokoh umat Hindu di Yangon, mengatakan Banglades nampaknya tidak ingin memasukkan para pengungsi beragama Hindu ke dalam gelombang pertama repatriasi karena negara itu fokus pada pengungsi Rohingya yang beragama Islam terlebih dahulu.

“Umat Hindu adalah kelompok minoritas di Myanmar dan kami merasa diabaikan karena dunia memberi banyak perhatian kepada warga Suku Rohingya dan bukan umat Hindu yang terkena dampak kekerasan dan serangan di Negara Bagian Rakhine pada Agustus 2017,” katanya kepada ucanews.com.

Tokoh Hindu yang mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Banglades pada April lalu bersama sejumlah pejabat pemerintah itu mengatakan para pengungsi beragama Hindu sangat senang saat mendengar tentang repatriasi.

“Pemerintah Myanmar siap menerima semua pengungsi dan mengirim sebuah daftar orang yang sudah diverifikasi. Tetapi penundaan repatriasi itu adalah tanggung jawab pemerintah Banglades,” katanya.

Sejumlah pejabat Myanmar yang mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Banglades bulan lalu mengatakan mereka bertemu dengan para pengungsi beragama Hindu yang ingin pulang ke Negara Bagian Rakhine bagian utara.

Kedua pemerintah sepakat untuk merepatriasi 2.251 pengungsi untuk gelombang pertama pada 15 November. Namun rencana ini terhenti di tengah pertentangan dan isu keselamatan di kalangan para pengungsi Rohingya serta berbagai kelompok hak asasi manusia dan lembaga bantuan.

Sekitar 3.000 dari 8.000 umat Hindu yang tinggal di Maungdaw, Buthidaung dan Sittwe mengungsi saat terjadi eksodus warga Suku Rohingya ketika operasi pembersihan dilakukan oleh militer Myanmar pada Agustus 2017. Beberapa umat Hindu mengungsi di wilayah lain di negara itu, sementara beberapa umat Hindu lainnya menyeberang ke Banglades.

Lebih dari 700.000 warga Suku Rohingya mengungsi ke Banglades untuk melarikan diri dari serangan brutal militer di Negara Bagian Rakhine sebagai balasan atas serangan militan Muslim terhadap pos-pos keamanan pada 25 Agustus 2017.

Kekerasan tersebut berdampak pada ribuan umat Hindu. Menurut laporan, militer Myanmar menemukan dua pemakaman massal dengan 45 jasad umat Hindu di Negara Bagian Rakhine dan menyalahkan pembunuhan itu kepada militan dari Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (TPRA).

Pada 22 Mei, Amnesty International menerbitkan laporan yang menyebutkan bahwa TPRA membunuh 53 umat Hindu di Desa Kha Maung Seik dan 46 umat Hindu dari Desa Ye Bauk Kyar pada Agustus 2017.

Di Negara Bagian Rakhine, umat Hindu berjumlah 9.791 orang dari 2.000.000 total penduduk. Menurut Sensus 2014, umat Hindu terdiri atas 0,5 persen dari jumlah penduduk Myanmar, sementara 89 persen adalah umat Buddha dan 4,3 persen umat Islam.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi