UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Tempat doa di Sri Lanka tetap berdiri tegak meskipun ada persekusi dan perang saudara

April 22, 2024

Tempat doa di Sri Lanka tetap berdiri tegak meskipun ada persekusi dan perang saudara

Para devosan di sebuah tempat doa kuno di Sri Lanka: (Foto: Disediakan)

 

Ketika P. Lilly Mary mengikuti prosesi patung Bunda Maria dari Madhu berwarna keemasan di tahun 1974, wilayah utara Sri Lanka belum terjerumus ke dalam perang saudara yang berdarah antara dua etnis.

Lima puluh tahun kemudian, Mary kembali ke rumahnya di Gereja St. Maria, sekitar tujuh kilometer dari Jaffna, untuk menyaksikan prosesi seratus tahun patung Bunda Maria yang sedang menggendong bayi Yesus.

Patung ikonik ini datang ke wilayah Jaffna untuk pertama kalinya sejak pasukan pemerintah menumpas perang saudara yang telah berlangsung selama tiga dekade (1983-2009) yang dipimpin oleh Macan Pembebasan Tamil Eelam, yang ingin negara terpisah bagi orang-orang berbahasa Tamil.

Prosesi dan perayaan tersebut menandai seratus tahun penobatan patung Bunda Maria dari Madhu tahun 1924 setelah Paus Benediktus XV mengeluarkan dekrit penobatan itu pada 7 April 1921.

Dekrit tersebut merupakan tindakan formal kepausan yang mengakui kesalehan masyarakat dalam menghormati suatu patung/gambar dan memberikan hak kepada patung/gambar  tersebut untuk memakai mahkota atau lingkaran cahaya. Akibatnya, tindakan tersebut mengakui kesalehan lokal yang unik dari masyarakat Sri Lanka, dengan menghormati patung Bunda Maria.

Sebagai bagian dari perayaan, patung tersebut dibawa dalam prosesi di seluruh Keuskupan Jaffna, termasuk wilayah utara, mulai 4-30 April. Patung yang dibawa dengan kendaraan bermotor berbentuk kereta  dijadwalkan mengunjungi seluruh dekanat – Kilinochchi, Mullaitivu, Point Pedro, dan juga pulau-pulau utara.

Mary mengatakan kedatangan patung di parokinya adalah “kesempatan besar bagi orang-orang seperti kami yang tidak dapat melakukan ziarah tahunan seperti dulu karena usia kami sekarang yang sudah lansia.”

Jalur prosesi dihiasi pita biru dan putih bergambar Bunda Maria. Umat paroki juga menempatkan kumpam (kelapa yang diletakkan di atas pot), yang mengikuti adat Tamil dalam menyambut patung tersebut di paroki masing-masing.

Jaffna sesekali berada di bawah kendali pemerintah dan pemberontak. Banyak gereja di ujung utara negara itu hancur atau ditinggalkan. Dengan banyaknya pastor dan religius yang terbunuh atau hilang selama perang, keuskupan masih mengalami kekurangan tenaga untuk membantu masyarakat membangun kembali kehidupan mereka.

Namun, pada puncak konflik, tempat doa berusia 400 tahun di Keuskupan Jaffna menjadi simbol persatuan antara kelompok Tamil dan Sinhala yang terlibat dalam konflik. Terletak di jantung zona konflik, tempat doa ini beberapa kali ditembaki dan dijadikan kamp pengungsi.

Tempat doa ini didirikan pada masa persekusi Belanda pada abad ke-17. Hampir 20 umat Katolik yang lolos dari penganiayaan mendirikan tempat doa dengan patung di hutan. Kemudian, misionaris St. Joseph Vaz dari India, dan para imam Oratorian lainnya mengembangkannya lebih jauh.

Selama perang saudara, keuskupan memindahkan patung tersebut ke Gereja St. Xaverius di dekatnya untuk keamanan. Pada Agustus 2008, patung tersebut dibawa kembali dan tempat doa tersebut dinyatakan sebagai zona damai atas permintaan mantan Uskup Jaffna Mgr. Rayappu Joseph.

“Bunda Maria dari Madhu telah menjadi secercah harapan sepanjang sejarah, mulai dari penganiayaan Belanda pada abad ke-17 hingga tahun-tahun masa perang baru-baru ini. Dia memberkati semua orang tanpa memandang agama atau etnis mereka,” kata Pastor Anthonypillai Gnanapragasam, pengelola tempat doa tersebut.

Tahun 2001, prosesi patung diperluas ke Keuskupan Anuradhapura, dan Keuskupan Agung Kolombo karena perang saudara dihentikan sementara setelah perjanjian gencatan senjata.

Menjelang prosesi seratus tahun ke parokinya Mary di Desa Koay, “banyak umat Hindu bergabung dengan penduduk setempat untuk membantu, dan banyak yang datang untuk memberikan kesaksian,” kata Pastor Louis Montfort, pastor paroki tersebut.

Pastor Montfort mengatakan Bunda Maria dari Madhu memiliki banyak umat Hindu, yang lebih suka memanggilnya Puthumai Maatha, yang diambil dari pepatah Tamil.

Amalathaas Rosequil, 64, adalah salah satu umat Hindu yang mengikuti prosesi tersebut. Dia mengatakan dia menjadi devosan Bunda Maria setelah dia sembuh dari cedera.

Pada usia 26 tahun, katanya, dia mengalami kecelakaan dan dokter khawatir dia akan kehilangan penglihatannya. “Saya berdoa kepada Puthumai Maatha. Akhirnya, mata saya sembuh,” kata Rosequil kepada UCA News.

“Tidak hanya saya sendiri, Puthumai Maatha juga memberkati banyak kerabat saya,” ujarnya.

Festival tahunan tempat doa ini diadakan pada 15 Agustus, ketika gereja bersejarah di daerah yang dilanda perang menarik ribuan pengunjung.

Sumber: Sri Lankan shrine stands tall despite dutch persecution and civil

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi