Karitas Banglades bergabung dengan pejabat pemerintah dalam mendukung rencana untuk ‘melek baca-tulis’ hingga 2014, pada sebuah acara pekan lalu dalam rangka Hari Aksara Internasional di ibukota negara itu.
Afsarul Amin, menteri pendidikan dasar dan umum, mengatakan kepada para pendidik, pejabat pemerintah dan anggota LSM di auditorium Osmani memorial bahwa pendidikan adalah penting bagi pembangunan bangsa.
“Tanpa baca-tulis tidak ada bangsa yang maju. Pemerintah sedang bekerja keras untuk mencapai tujuan itu hingga 2014,” katanya.
“Tahun ini hampir 100 persen anak telah mendaftar di sekolah. Saya secara khusus berterima kasih kepada para staf LSM yang membantu mewujudkan hal itu.”
Ia menambahkan bahwa baca-tulis juga merupakan bagian integral dalam mencapai dan mempertahankan perdamaian.
Shishir Rozario, koordinator proyek pendidikan Karitas yang menghadiri acara itu, mengatakan kelompok itu adalah satu dari sekian banyak LSM yang bekerja di negeri itu yang fokus pada isu-isu pendidikan, dan akan terus membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya hingga tak ada buta huruf.
“Sejak tahun 1983 kami bekerja untuk memberantas buta huruf untuk membantu pemerintah. Saat ini kami mengelola 463 sekolah di berbagai wilayah negeri itu yang bermanfaat bagi 27.780 siswa miskin.
Badan Pendidian non Formal pemerintah memperkirakan bahwa tingkat melek baca-tulis saat ini mencapai 53 persen, dengan estimasi bahwa 37,3 juta orang benar-benar masih buta huruf.
Supti Biswas, seorang guru di Dhaka, mengatakan kemiskinan tetap menjadi sebuah tantangan untuk mencapai target tujuan pendidikan.
“Orang miskin enggan mengirim anak-anak mereka ke sekolah. Lebih jauh lagi, mereka belum sadar akan dampak buruk dari buta huruf.”
Wanita itu mengatakan sejumlah orangtua menganggap pelajaran seperti musik dan kesenian sebagai sesuatu yang tak berguna atau sia-sia.
Ia menambahkan sekolah-sekolah Karitas juga menyediakan kurikulum tambahan, termasuk musik dan kesenian, untuk menumbuhkan intelektual siswa.
Kebanyakan sekolah Karitas berlokasi di daerah-daerah miskin dan terpencil dimana fasilitas pemerintah belum terjangkau.
“Kami membuat sekolah sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan bagi anak-anak. Maka kami coba melakukannya dengan sebuah cara yang mereka cintai,” kata Rozario.