UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Terima Kasih Romo, Anda Mengajarkan Saya Ber-Islam dengan Lebih Baik

Juli 13, 2016

Terima Kasih Romo, Anda Mengajarkan Saya Ber-Islam dengan Lebih Baik

Mendiang Romo YB Mangunwijaya

 

Tahun 2003 adalah tahun dimana saya harus meninggalkan masa belajar di SMA dan beralih menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi dan 1 pilihan pasti, jadi mahasiswa ARSITEKTUR! Sebagai salah seorang dengan pengetahuan terbatas maka hanyalah Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menjadi pilihan satu-satunya bagi saya untuk menjadi mahasiswa arsitektur dan singkat cerita SAYA GAGAL! Teman saya kemudian menyarankan agar saya mempertimbangkan masuk jurusan Teknik Arsitektur di universitas swasta seperti Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), dan juga Universitas Islam Indonesia (UII). Sebagai salah seorang mantan anak TPA (Taman Pendidikan Alquran) dengan predikat lulus terbaik tentunya UKDW dan UAJY sama sekali tidak masuk dalam kriteria saya karena mereka berada di bawah yayasan Kristen dan Katolik dan saya yakin keluarga saya yang berada dalam lingkungan Muhammadiyah kental pasti tidak setuju kalau saya sampai masuk ke universitas Kristen dan Katolik.

Sholat Istikharah (sholat minta petunjuk), adalah jalan satu-satunya bagi seorang Muslim ketika dia bingung harus menentukan sebuah pilihan hingga sebuah petunjuk dari yang di Atas itu datang dan sungguh mengagetkan. Di pagi hari yang cerah bulan Juli 2003 saya mantab memilih Universitas Atma Jaya Yogyakarta sebagai tempat saya belajar dan berpetualang lebih luas, saya yakin di kampus ini saya bisa belajar lebih banyak dan bisa lebih bermanfaat buat orang lain nantinya.

Saya mau kasih tau kepada Anda semua bahwa pengalaman 1 tahun pertama di kampus Atma Jaya ini sungguh menyiksa perasaan saya, sekali lagi bukan dari teman-teman kampus melainkan dari saudara dan teman sekolah saya yang notabenenya adalah seorang Muslim, berat sekali rasanya harus menunaikan sholat di sela-sela waktu kuliah dengan cara sembunyi-sembunyi hingga perasaan takut ketika harus melakukan gerakan sujud sedangkan di depan saya terpasang salib Tuhan Yesus. Sejak kerusuhan tahun 1998 saya sudah muak dengan yang namanya diskriminasi dalam bentuk agama maupun ras dan karena itulah saya memilih masuk ke sebuah kampus yang bernaung di bawah yayasan Katolik untuk memperluas wawasan saya. Di sini, di Atma Jaya, saya punya teman dari berbagai kalangan agama, mulai Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, bahkan sampai yang tidak percaya Tuhan alias atheis pun ada. Saya juga punya teman dari berbagai suku bangsa di Indonesia, ada orang Aceh, Batak, Cina, Papua, Menado, Jawa, Sunda, dan kalian bisa sebutkan semuanya, bahkan pelajaran agama di semester 1 yang mengajarkan adalah seorang suster lengkap dengan baju kesusterannya, hal itu juga masih ditambah saya pernah mengikuti retreat di sebuah tempat sekolah bagi para calon Frater dan Romo.

Awalnya yang namanya jadi anak kuliahan saya berharap sekali bisa ikut demonstrasi jalanan tapi sayang sekali kampus ini “terlalu damai” untuk disulut sebuah permasalahan yang bernuansa Agama dan Suku Bangsa. Baru di sini saya bisa bercanda tanpa ada batasan dengan teman-teman saya yang berasal dari beragam suku bangsa. Hingga saat artikel ini saya tulis bahkan saya memiliki 4 orang sahabat dimana 2 diantaranya beragama Katolik, kami bersahabat bahkan sampai-sampai sudah seperti keluarga bagi saya. Dari persahabatan kecil ini kami bahkan pernah mendesain sebuah masjid cantik dan sebuah gereja yang sungguh menawan secara bersama-sama, sungguh tidak ada ada permasalahan di antara kami semua.

0713h

Gereja St Dominic, terima kasih!

 

Ketika kemarin saya menonton film Rudy Habibie (Habibie & Ainun 2) dan mengetahui bahwa Habibie muda pernah melakukan sholat di dalam gereja hingga seseorang bernama Romo Mangun menghampiri Habibie maka beliau bilang bahwa seandainya pemikiran orang itu semua seperti Habibie maka sudah tidak perlu lagi adanya rumah ibadah. Ya…sayapun pernah mengalami pengalaman yang sama ketika saya berada di Senado Square Macao sedangkan waktu sholat ashar sudah tiba, karena saya tidak yakin dimana masjid berada maka pilihan satu-satunya adalah sholat di dalam sebuah gereja yang bernama St. Dominic Church (S. Domingos). 1 hal yang saya yakin bahwa sholat adalah urusan saya pribadi dengan Allah SWT, tidak perduli saya ada dimana, saya sedang apa, dan dalam keadaan apa, bagi saya lebih baik sholat daripada tidak sama sekali! Sekali lagi Atma Jaya mengajarkan saya untuk berpikir seterbuka ini. Kampus inipun pernah mempersilahkan saya untuk sholat ghaib bagi salah seorang teman kami yang meninggal di luar kota, begitu damainya ketika belasan teman-teman muslim bisa berjajar bersama dan berjamaah melakukan sholat ghaib di sebuah ruangan yang sudah terlanjur di setting untuk misa arwah, dan saya lihat jelas ada belasan lilin yang sudah menyala, salib, dan patung bunda maria di ruangan tersebut.

Hidup itu mesti bisa saling menghargai, mesti bisa saling menyayangi, dan karena itulah Tuhan menciptakan kita untuk bisa saling mengenal satu dengan yang lainnya

Saya pernah bertemu langsung dengan Romo Mangun ketika beliau menjabat sebagai ketua Kwartir Daerah gerakan Pramuka di Jogja, mau tidak mau saya harus ketemu dengan beliau sebelum saya berangkat ke Jepang untuk mewakili Indonesia di jambore Pramuka tingkat dunia. Yang saya tangkap dari keberadaan sosok Romo Mangun adalah pribadi yang sangat bijaksana bahkan pada tahun 1998 saya bertemu dengan beliau saya tidak tahu apa artinya Romo itu, baru kemudian saya tahu bahwa Romo adalah Pastur. Pengalaman lainpun datang ketika saya diundang untuk menghadiri sebuah diskusi kecil (hanya 5-6 orang) tentang pluralisme dengan salah satu Romo yang juga sangat bersahaja bernama Romo Paul (kalau tidak salah beliau pernah jadi Rektor Universitas Sanata Dharma), sekali lagi saya bertemu dengan sosok pemimpin agama yang sungguh bijak.

Setiap Romo yang pernah saya temui selalu memberi wejangan/nasihat yang intinya begini “Hidup itu mesti bisa saling menghargai, mesti bisa saling menyayangi, dan karena itulah Tuhan menciptakan kita untuk bisa saling mengenal satu dengan yang lainnya”!

Sekali lagi mungkin ini karena kurangnya pengetahuan agama yang saya miliki, mungkin saya kurang ikut pesantren atau apapun yang bisa anda tuduhkan ke saya, tapi selama saya mengikuti pengajian dan kajian dakwah jarang sekali saya mendengar seorang Ustadz mengajarkan hal tentang kesamarata-an sedemikian indahnya, bahkan pelajaran tersebut harus saya dapatkan dari seseorang dengan kepercayaan yang berbeda. Ketika suatu waktu saya membuka biografi Nabi Muhammad SAW, maka pelajaran tentang saling menghormati dan menyayangi antar sesama manusialah yang selalu beliau ajarkan, bahkan Allah sudah menuliskan sebuah ayat yang yang berbunyi Lakum Diinukum wa Liya Diin yang artinya “Bagiku Agamaku, Bagimu Agamamu”

Tentunya kita semua sepakat bahwa hidup ini akan selalu indah buat kita lewati ketika setiap manusia bisa saling menyayangi, sekali lagi saya ucapkan “Terima Kasih Romo, Anda Mengajarkan Saya Ber-Islam dengan Lebih Baik”.

Bima Adhitya

Sumber: Bomata.com

 

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi