Konferensi Waligereja Jepang (CBCJ) telah mengeluarkan pernyataan terbuka pada Jumat yang ditujukan kepada Perdana Menteri Shinzo Abe untuk memprotes pembahasan RUU Rahasia Khusus yang tergesa-gesa.
Pada 26 November ketua Presidium CBCJ, Uskup Agung Peter Takeo Okada dan para uskup lainnya memprotes RUU Rahasia Khusus itu ke Majelis Rendah dan pada 6 Desember ke Majelis Tinggi.
“RUU yang signifikan tersebut tidak boleh disahkan tanpa diskusi yang matang atau memberikan penjelasan yang meyakinkan … Kami tidak bisa menerima RUU tersebut karena mengancam fondasi demokrasi dengan mengabaikan opini publik,” kata pernyataan CBCJ.
RUU ini terlalu tergesa-gesa untuk disahkan sementara mayoritas warga masih menolak. Ini berarti Perdana Menteri Shinzo Abe dikendali dua majelis itu.
Para aktivis, wartawan, pengacara, akademisi dan kelompok hak mengatakan UU itu akan menjadi ancaman terbesar bagi demokrasi pasca-perang Jepang. Mereka mengklaim UU itu akan merusak kebebasan pers dan hak publik untuk mengetahui informasi.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dinilai sebagai seorang konservatif dan menegaskan bahwa UU rahasia itu adalah langkah penting untuk melindungi Jepang.
“Kecuali negara kita menetapkan aturan untuk mengelola informasi rahasia sendiri, kita tidak bisa memperoleh informasi tersebut dari negara lain,” katanya.
“Menimbang bahwa masalah RUU ini menimbulkan banyak oposisi dan keprihatinan, itu seharusnya ditentukan hanya setelah mendengar pendapat dari berbagai elemen dan berhati-hati membahas. Itulah cara demokrasi yang harus selalu dijalankan,” kata para uskup tersebut.
Sumber: ucanews.com