UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Para uskup Jepang membuat laporan publik untuk sinode di Roma

Pebruari 20, 2014

Para uskup Jepang membuat laporan publik untuk sinode di Roma

 

Para Uskup Jepang menjadi perintis bagi Gereja di Asia dengan merilis hasil konsultasi mereka dengan umat Katolik di negara itu, dalam persiapan untuk sinode tentang keluarga pada Oktober di Roma.

Laporan ini menunjukkan sikap dari seorang Katolik dalam konteks Gereja minoritas, di mana status minoritas merupakan tantangan untuk menerima pandangan dan ajaran Gereja yang lebih persuasif dengan budaya setempat.

Banyak pandangan masyarakat tentang perceraian, pernikahan, kontrasepsi dan aborsi diterima dan diterapkan di Jepang dan upaya berbagi pandangan Katolik terhambat oleh kurangnya sumber daya.

Sebagai contoh, seruan tentang kerangka moral Katolik adalah tidak persuasif. Laporan Gereja Jepang: “Seringkali para pemimpin Gereja tidak dapat menjelaskan alasan yang meyakinkan, mereka menyebutnya “hukum kodrat” dan menuntut ketaatan.

Lebih lanjut mereka menambahkan: “Budaya Jepang menekankan harapan masyarakat ketimbang prinsip-prinsip abstrak sebagai panduan untuk tindakan, meskipun dalam ‘hukum kodrat’ Barat mungkin tampak sesuatu yang ‘kodrati’, di Jepang hukum itu dianggap sebagai sesuatu yang abstrak.”

Masyarakat di Jepang tampaknya sama dengan sebagian besar masyarakat postmodern di mana umat Katolik, 75 persen di antaranya menikah dengan non-Katolik, yang menerima pernikahan sesama jenis.

Menurut temuan para uskup, “Hubungan seks sesama jenis belum menjadi masalah dan di beberapa negara Barat cenderung menjadi masalah. Masyarakat Jepang pada umumnya lebih toleran terhadap homoseksualitas, sebagai sebuah orientasi dan gaya hidup.”

“Pernikahan transgender telah diterima secara hukum. Toleransi ini semakin meyakinkan umat Katolik serta masyarakat pada umumnya.”

Laporan ini juga mengakui praktek umum di beberapa bagian Asia, tetapi tidak terjadi di negara-negara terutama umat Katolik setidaknya minoritas yang signifikan: “Pernikahan antara orang yang tidak dibaptis dan tak beragama  dengan menggunakan ritus Gereja telah menjadi sesuatu yang normal dari pelayanan Gereja di Jepang selama bertahun-tahun dengan persetujuan Takhta Suci.”

Laporan itu menambahkan: “Praktek yang biasa adalah memerlukan setidaknya beberapa instruksi pra-nikah yang berfokus pada visi Gereja akan pernikahan. Selain itu, tidak boleh ada hambatan kanonik pernikahan (seperti perceraian), meskipun para pastor secara pribadi umumnya cenderung memberikan keringanan hukuman.”

Laporan itu juga mengakui bahwa tantangan yang dihadapi dalam Gereja tentang kehidupan keluarga yakni sebagian besar umat Katolik menikah dengan non-Katolik, dan “umat Katolik senior pada umumnya, dan khususnya klerus, membuat orang muda Katolik kurang bersedia untuk menjadi bagian dari komunitas paroki. Akibatnya, mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi isu-isu seks dan kehidupan keluarga dalam konteks iman.”

Namun, laporan ini merekomendasikan bahwa pendekatan Gereja harus mengambil cara Yesus untuk mengatasi tantangan tersebut: “Dalam mengembangkan pelayanan pastoral.”

Sumber: UCA News

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi