UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Biarawati bantu para penyandang cacat hidup bermartabat

Juni 28, 2016

Biarawati bantu para penyandang cacat hidup bermartabat

Suster Julia Thundathil berada di antara para penyandang cacat yang diberikan sepeda tiga roda pada sebuah acara 18 Juni di Rumah Sakit Karuna, Madhya Pradesh.

 

Selama hampir lima dekade, sejak masa kecilnya, Madhukar Omkar terbatas di rumahnya karena kakinya lumpuh.

“Kini saya sudah mendapat sayap untuk terbang,” katanya, sambil memegang sepeda tiga roda yang ia terima sepekan lalu.

Omkar adalah di antara 54 penyandang cacat yang diberi sepeda tiga roda gratis dalam acara 18 Juni di Karuna (rahmat) Rumah Sakit di Sendhwa, distrik Barwani, Negara Bagian Madhya Pradesh, India tengah.

Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya para biarawati dari Ordo St. Agustinus (OSA) untuk menjembatani kesenjangan antara penyandang cacat dan masyarakat umum. Para biarawati mendanai inisiatif itu bekerja sama dengan Asha Gram Trust lokal.

Omkar berusia 50 tahun mengatakan kepada ucanews.com bahwa dia dirawat adiknya, seorang buruh biasa yang berjuang untuk memberi makan untuk keluarganya.

“Mimpi memiliki sepeda tiga roda tetap mimpi,” hingga biarawati membantu dia, katanya.

“Ini adalah kehidupan baru bagi saya karena kini saya bisa keluar dari rumah dan melihat dunia luar,” katanya.

Suster Julia Thundathil OSA, ketua Payanan Sosial Komunitas St. Agustinus (SASSS), mengatakan pekerjaan biarawati untuk mengintegrasikan penyandang cacat ke masyarakat memberikan pengobatan, para penyandang cacat dianggap “sebagai kutukan keluarga”.

“Mereka tidak pernah mendapatkan perhatian. Mereka bisa menjadi terampil jika kita melatih mereka, mengidentifikasi kemampuan dan keterampilan mereka. Sayangnya, keluarga mereka menjaga mereka terbatas pada rumah mereka, banyak kekecewaan dan frustrasi”, katanya.

“Jadi itu adalah tanggung jawab kami menjamin bahwa mereka juga menjalani kehidupan yang bermartabat seperti orang lain.”

Begitu mereka mulai bergerak di sekitar orang-orang seperti Omkar, mereka akan menemukan cara sendiri untuk aktif dalam masyarakat, jelas Suster Thandathil, dan juga terlibat aktif meningkatkan martabat dan harga diri mereka.

Penerima manfaat lain adalah mahasiswi berusia 25 tahun dan lumpuh bernama Savita Solanki.

“Saya merasa bebas sekarang,” kata Solanki, seraya menjelaskan bagaimana dia sebelumnya tergantung pada orang lain untuk antar-jemput dia berjarak dua kilometer antara asrama dan kampus.

“Sekarang saya bisa kuliah tanpa bantuan,” katanya kepada ucanews.com.

Ayah Solanki meninggal ketika ia masih kanak-kanak dan keluarganya “tidak mampu membeli sepeda tiga roda.”

Solanki akan mengikuti ujian akhir pada 1 Juli, dan transportasi barunya memungkinkan dia untuk menandai kesempatan beribadah. “Aku akan pergi ke kuil dan menyampaikan syukur dan terima kasih.”

Ketua Sub-bagian Hakim M. L. Kanal membuka acara penyaluran sepeda tersebut. Dia memuji kerja para biarawati bagi para penyandang cacat.

“Penyandang cacat bisa mencapai hal-hal yang lebih besar jika mereka tidak melihat kecacatan mereka sebagai tantangan dan gangguan”, katanya.

Distrik ini memiliki sejumlah besar orang-orang cacat, menurut sebuah survei SASSS. Libin Arresseril, koordinator program lembaga itu, mengatakan ini mungkin karena kemiskinan dan kurangnya akses ke perawatan medis. Survei mengatakan sekitar 20.000 orang cacat tinggal di distrik itu.

Dalam upaya membantu mereka, SASSS telah membentuk lebih dari 150 kelompok swadaya, yang membantu sekitar 1.800 orang penyandang cacat. Pada tahap berikutnya adalah memberikan bantuan kepada semua 20.000 orang cacat di distrik ini, kata Arresseril.

Inisiatif para suster itu juga membantu membentuk sebuah Organisasi Penyandang Cacat untuk mendorong mereka bersama-sama belajar tentang hak-hak dan tanggung jawab mereka.

“Mereka akan mendapatkan pelatihan khusus untuk proyek-proyek mata pencaharian sehingga mereka tidak harus bergantung pada belas kasihan orang lain,” kata Arresseril.

SASSS sejauh ini telah melatih lebih dari 1.800 orang cacat dengan produksi pakaian, menjahit dan menenun, serta membantu mereka masing-masing membangun kepercayaan dan mendapatkan rata-rata 300 rupee (5 dolar AS) setiap hari.

Ketika orang mulai menerima kecacatan sebagai anugerah, orang cacat seperti Omkar tidak lagi terbatas pada rumah mereka,” kata Arresseril.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi