UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Romo Magnis sebut Jokowi langgar etik berat dalam pemilihan presiden

April 2, 2024

Romo Magnis sebut Jokowi langgar etik berat dalam pemilihan presiden

 

Romo Franz Magnis Suseno, SJ menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi melakukan pelanggaran etik berat karena menyalahgunakan kekuasaannya dalam pemilihan presiden.

Guru besar filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu menyampaikan pendapatnya saat hadir sebagai saksi ahli dalam gugatan terhadap hasil pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia dihadirkan oleh tim hukum pasangan Ganjar Pranowo – Mohammad Mahfud MD dalam sidang pada 2 April, menggugat hasil pemilihan pada 14 Februari yang dimenangkan oleh Prabowo Subianto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.

Romo Magnis menyebut pelanggaran etika berat oleh Jokowi terjadi dengan meloloskan Gibran menjadi calon wakil presiden lewat keputusan MK  yang kontroversial.

“Ini membuktikan orang tersebut tidak mempunyai wawasan seorang presiden yang mendedikasikan hidup 100 persen untuk rakyat, melainkan hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya,” katanya dalam sidang.

Gibran menjadi kandidat setelah MK  pada  Oktober mengizinkan kandidat terpilih yang berusia di bawah minimal 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden jika mereka memegang jabatan di tingkat daerah. Gibran yang berusia 36 tahun saat ini menjabat sebagai Wali Kota Surakarta di Jawa Tengah. MK  beranggotakan sembilan orang itu dipimpin oleh Anwar Usman, saudara ipar Jokowi.

Romo Magnis juga menyoroti keberpihakan Jokowi yang memakai kekuasaannya untuk memberi petunjuk pada pegawai negeri sipil, polisi dan militer “guna mendukung salah satu kandidat serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan dalam rangka memberikan dukungan kepada paslon.”

“Dia secara berat melanggar tuntutan etika bahwa dia tanpa membedakan-bedakan adalah presiden semua warga negara, termasuk semua politisi,” tuturnya.

Romo Magnis juga menyoroti pembagian bantuan sosial menjelang pemilihan umum yang meningkat drastis.

Ia mengatakan, bantuan sosial bukan milik presiden, tapi milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial dan ada aturan pembagiannya.

Dia mengibaratkan presiden yang mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye kandidat tertentu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko.

“Jadi, itu pencurian, ya pelanggaran etika. Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika,” ujar Romo Magnis.

Ia juga menyebut seorang presiden yang memakai kekuasaan yang diberikan oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri adalah “hal yang amat memalukan.”

“Jadi, ini suatu pelanggaran etika yang berat,” katanya.

Hotman Paris Hutapea, tim pembela Prabowo-Gibran merespons Romo Magnis dengan mengatakan bahwa Widodo tidak asal membagi bansos, tetapi merujuk pada data jumlah penduduk miskin yang dimiliki pemerintah.

Ia juga mengklaim Widodo hanya simbolik membagikan bansos, yang dilanjutkan oleh kementerian terkait.

Romo Magnis menanggapi dengan mengatakan bahwa “kalau seorang presiden yang sebetulnya tidak mengurus langsung kementerian, mengambil bansos yang sudah disediakan di situ untuk kepentingan politiknya, maka itu pencurian.”

Sementara itu, dalam sebuah pernyataan pada 2 Apri, Gibran menyebut “apapun itu, proses yang terjadi di MK ya dijalankan saja.”

“Jika ada hal-hal yang kurang berkenan ya dibuktikan saja,” katanya.

Pastor Otto Gusti Madung, SVD, rektor Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero di pulau mayoritas Katolik Flores menyatakan sepakat dengan pendapat Magnis.

“Jika penyalahgunaan kekuasaan seperti itu dibiarkan, hal itu akan menciptakan preseden ke depan bahwa siapa saja yang berkuasa boleh melakukan apa saja. Ini tidak baik untuk demokrasi,” katanya kepada UCA News.

Ia mengatakan, demokrasi lahir dari ikhtiar dan perjuangan umat manusia untuk membatasi kekuasaan yang sewenang-wenang.

“Demokrasi adalah sebuah mekanisme control agar kekuasaan digunakan untuk menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial, dan bukannya membagi-bagi bansos yang hanya menciptakan relasi paternalistik antara negara dan warga negara,” katanya.

“Jika pelanggaran yang dilakukan Jokowi dibiarkan berlalu tanpa sanksi, maka itu dapat merusakkan prinsip negara hukum dan juga menghancurkan demokrasi,” katanya.

Sidang sengketa pemilihan ini diajukan oleh dua kandidat yang kalah, termasuk pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Gugatan diajukan setelah Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan Subianto-Raka sebagai pemenang pemilihan pada 20 Maret, dengan jumlah suara 58 persen.

Lucius Karus, seorang pengamat politik menyatakan, sengketa ini kecil kemungkinan akan mengubah hasil pemilihan presiden.

“Bahkan bisa dikatakan mustahil. Namun, berbagai tudingan kecurangan dan pelanggaran etika yang terjadi selama pemilihan penting untuk dibicarakan dan diungkap dalam persidangan seperti itu sebagai bahan pembelajaran bagi bangsa Indonesia ke depan,” katanya.

“Kalau itu dibiarkan saja, maka sama saja dengan menormalisasi pelanggaran yang bisa jadi akan direpetisi oleh penguasa lainnya dalam pemilihan berikut,” tambahnya.

Sumber: Jesuit priest pinpoints poll fraud by indonesian president

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi