UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Harapan muncul di tengah ketegangan dan konflik di Sri Lanka

Januari 17, 2017

Harapan muncul di tengah ketegangan dan konflik di Sri Lanka

Anak-anak Sri Lanka melihat seorang tentara di sebuah kamp di Jaffna.

 

Warga Tamil yang tinggal di Sri Lanka bagian utara dan timur berjuang melanjutkan kehidupan mereka di tengah-tengah kesulitan, namun upaya pemerintah mempromosikan rekonsiliasi telah menanamkan rasa harapan di tahun baru ini.

“Saya pikir 2017 akan menjadi tahun yang lebih baik,” kata Pastor Pathinathan Josephdas Jebaratnam, vikjen Keuskupan Jaffna. Sementara warga Tamil di utara dan timur terus hidup di kamp-kamp, ada harapan bahwa orang akan segera pindah ke tanah yang dibebaskan oleh pemerintah.

Pastor Jebaratnam juga menunjukkan penghormatan besar kepada orang mati akibat perang Tamil. Bahkan di Jaffna, orang diizinkan memperingati orang yang mereka cintai, tidak seperti tahun sebelumnya ketika “orang tidak diizinkan mengunjungi dan memberi penghormatan kepada para militan yang dimakamkan di sana,” katanya.

Situasi tetap tegang. Pada 21 Oktober dua mahasiswa senior dari Universitas Jaffna, Sundiraja Sulakshan dari Kandarodai dan Nadarasa Gajan dari Kilinochchi, ditembak dan dibunuh oleh polisi karena tidak menghentikan sepeda motor mereka ketika diperintahkan.

Pastor Jebaratnam merasa takut terkait situasi di universitas itu. Namun, universitas itu memiliki kelompok-kelompok paduan suara guna memperkuat kerukunan di antara mahasiswa Tamil dan mahasiswa Sinhala, katanya.

Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Jaffna, Pastor Santhiapillai Mangalarajah, mengatakan kepada ucanews.com bahwa tentara telah menghancurkan segala sesuatu dan tidak ada yang tersisa. “Orang-orang menderita,” katanya.

Dia mencatat bahwa orang-orang menyalakan lilin, namun karena kehadiran dinas rahasia tentara, tidak ada monumen dan satu-satunya pelayanan untuk para militan Tamil yang tewas adalah di Mulliwaikkal.

Dia juga mengamati bahwa mantan Presiden Mahinda Rajapaksa, sekarang anggota parlemen, memprovokasi bahwa warga Tamil mengangkat senjata lagi, namun dia membantah pernyataannya.

Pastor Mangalarajah menjelaskan bahwa orang-orang tidak lagi hidup dalam delapan atau sembilan kamp yang ada, tetapi kebanyakan orang tinggal dengan kerabat mereka.

“Orang-orang yang berada di kamp-kamp ingin dikembalikan ke tempat mereka sendiri, tetapi pemerintah mengatakan bahwa mereka akan mencari lokasi alternatif,” katanya.

Di daerah pelabuhan Myliddy ada sekitar 2.000 keluarga nelayan dan 2.000 lain tergantung pada nelayan. Kedua kelompok ini sedang menunggu untuk dikembalikan ke rumah-rumah mereka.

“Mereka hanya ingin tanah dibebaskan, tetapi tentara telah membangun sejumlah lapangan golf, menghancurkan rumah-rumah dan bahkan dua gereja,” kata Pastor Mangalarajah.

Uskup Trincomalee Mgr Noel Emmanuel mengatakan dalam sebuah wawancara dengan ucanews.com bahwa situasinya “membaik, tapi banyak hal yang perlu dilakukan karena orang tidak benar-benar bebas atau bahagia.”

“Kami telah berjuang terkait kerukunan umat beragama. Karena tindakan tertentu terhadap para biksu, ada konflik di masyarakat. Jadi tidak ada yang bisa melakukan apa-apa,” kata Uskup Emmanuel.

Mengomentari pemerintah yang mengizinkan orang-orang untuk memperingati orang-orang yang tewas, Uskup Emmanuel mengatakan, “Saya benar-benar terkejut karena itu adalah perubahan besar dan orang-orang bisa memberikan penghormatan kepada orang yang mencintai mereka, apakah mereka kader LTTE atau tidak.”

“Kita tidak bisa mengharapkan seluruh perubahan – ke depan mereka mungkin mengizinkan waga Tamil untuk mempertahankan pemakaman tersebut,” katanya.

Jehan Perera, Direktur Eksekutif Dewan Perdamaian Nasional dan aktivis hak asasi manusia, mengatakan, “Kebutuhan banyak yang harus dilakukan, seperti mengembalikan tanah kepada rakyat dan mengurangi kehadiran militer di Utara.”

Namun, Perera tetap optimistis. “Secara keseluruhan kehidupan telah sangat meningkat dari sebelumnya dan terus membaik,” katanya.

Uskup Mannar Mgr Kingsley Swamipillai mengatakan orang ingin tahu apa solusi untuk masalah Tamil. “Mereka meminta hak yang sama dalam satu negara atau beberapa bentuk federalisme.”

Ia percaya bahwa federalisme akan lebih baik sebagai kekuatan politik akan dikembangkan, namun ia mencatat bahwa jika ini tidak mungkin, mereka harus jatuh kembali menekan  kesetaraan. Orang-orang “membahas dan mengadakan pertemuan” tentang masalah ini,” kata uskup.

Sumber: ucanews.com

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi