UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Imam Aktvis Perjuangkan Keadilan bagi 9 Imam yang Hilang di Sri Lanka 

Maret 2, 2018

Imam Aktvis Perjuangkan Keadilan bagi 9 Imam yang Hilang di Sri Lanka 

Pastor Reid Shelton Fernando (kanan) muncul di hadapan Komisi Rekonsiliasi dan Pembelajaran (KRP) untuk menegakkan keadilan bagi keluarga dari sembilan imam yang hilang selama berlangsungnya perang sipil di Sri Lanka. (Foto: ucanews.com)

Seorang imam yang dikenal sebagai pejuang setia hak-hak kaum marginal di Sri Lanka tengah mencari keadilan bagi keluarga dari sembilan imam Tamil yang hilang selama berlangsungnya perang sipil di negara itu.

Pastor Reid Shelton Fernando selama ini berjuang atas nama para tahanan politik, korban kekerasan polisi dan pekerja perempuan di wilayah bebas perdagangan. Ia juga berjuang bagi kelompok yang mengalami penganiayaan.

Namun kini ia fokus pada bantuan untuk keluarga dari orang-orang yang hilang selama terjadinya perang berdarah sejak 1983 hingga Mei 2009.

Pastor Fernando – mantan koordinator Gerakan Karyawan Muda Kristen di Kolombo dan imam senior dari Keuskupan Agung Kolombo – telah bertemu sebuah komisi pemerintah untuk meminta keadilan bagi kesembilan imam yang keberadaannya masih belum dketahui tersebut.

Komisi Rekonsiliasi dan Pembelajaran (KRP) dibentuk setahun setelah perang sipil di negeri itu berakhir. Dengan pembentukan komisi ini, sejumlah pengamat mengatakan negara itu semakin sekular.

Pastor Fernando yang juga mempromosikan penyadaran akan diskriminasi berbasis gender, kekerasan terhadap kebebasan pers dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) mengatakan keluarga dari para imam itu perlu tahu apakah mereka telah dibunuh atau masih hidup. Jika benar mereka telah dibunuh, keluarga perlu tahu di mana makam mereka.

Imam itu menyampaikan sebuah daftar berisi nama kesembilan imam itu kepada KRP. Namun sampai saat ini, penyelidikan belum dilakukan.

Ia juga memohon kepada pemerintah agar memberi pengobatan psikis dan konseling kepada para korban yang selamat dari perang sipil namun mengalami tekanan traumatis atau gangguan mental sebagai akibat dari insiden tersebut.

Salah satu imam yang hilang adalah Pastor Thiruchelvam Nihal Jim Brown, 34. Ia berkarya sebagai pastor kepala Paroki Allaipiddy di Jaffna hingga ia dilaporkan hilang pada tahun 2006 di dekat sebuah pos penjagaan militer.

Namanya kini termasuk dalam ribuan masyarakat Sri Lanka yang dinyatakan hilang.

Meskipun banyak orang diasumsikan telah tewas, Pastor Fernando tidak mau meninggalkan begitu saja apa yang dianggapnya sebagai misinya untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan menegakkan keadilan.

Pejuang HAM lainnya, Ruki Fernando, mengatakan Pastor Fernando sering berinteraksi dengan para tokoh agama, aktivis dan politisi.

“Ketika saya harus mencari orang yang bersedia memberi perlindungan kepada orang-orang yang nyawanya terancam selama dan setelah perang, beliau adalah salah satu orang yang tidak takut akan segala resiko,” katanya.

Para penguasa sebelumnya menahan Ruki menurut Undang-Undang Pencegahan Terorisme dan melarang kebebasan berekspresinya.

Ruki menggambarkan pendekatan vokal Pastor Fernando dalam mengutuk tokoh Gereja, politisi dan pejabat pemerintah atas pelanggaran HAM sebagai sesuatu “inspiratif.”

“Beliau dulu berkarya sebagai kapelan Gerakan Karyawan Muda Kristen, namun minat dan komitmennnya tidak sekedar hak karyawan tapi semua orang,” katanya.

“Beliau terjun dalam perjuangan melawan penyiksaan, proyek mega pembangunan, pendudukan lahan oleh militer dan banyak isu lainnya,” lanjutnya.

“Kami telah bekerjasama di berbagai forum seperti Imam dan Kaum Religius untuk HAM, Aliansi Keadilan dan seminar serta di berbagai aksi protes jalanan dan advokasi internasional,” katanya.

Pastor Fernando juga merupakan dosen di dua universitas dan cukup populer di Sri Lanka atas artikel dan komentarnya tentang isu sosial-politik.

Ia telah menulis lima buku seputar doktrin sosial Gereja.

Shanthikumar Hettiarachchi, dosen tamu di universitas Kolombo dan Kelaniya, mengatakan Pastor Fernando juga merupakan pakar sejarah Gereja Katolik Roma.

Ia satu-satunya imam yang telah “mempelajari secara intensif” berbagai dokumen dari periode pra-Konsili Vatikan II dan pasca-Konsili Vatikan II dan yang telah membahas dan menulis tentang keduanya di berbagai jurnal teologis, ulasan buku dan monografi, katanya.

“Karir mengajarnya, ketrampilan seminar dan kotbah pastoralnya begitu sar sekali, ia paham betul sosial-politik,” katanya.

Kontribusinya untuk beasiswa di bidang doktrin sosial Gereja dan cara membawanya lebih dekat kepada masyarakat dalam sebuah bahasa yang bisa dipahami mereka itu unik dan jarang ditemukan, lanjutnya.

Salah satu prestasi besar dari Pastor Fernando adalah komentarnya tentang Populorum Progressio (Paulus VI, 1967) dalam bahasa Sinhala, katanya.

“Berbagai artikelnya terkait ‘leksikon teologis’ yang diterbitkan oleh Sinhala Theologate dari Keuskupan Agung Kolombo memberi makna penting bagi diskursus teologi yang mungkin terjadi di Sri Lanka,” lanjutnya.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi