UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

INDIA – Umat Kristen Terpecah Soal Aturan Pakaian Perempuan

Juni 15, 2009

NEW DELHI (UCAN) — Sejumlah perguruan tinggi di sebuah negara bagian di India utara memaksakan sebuah aturan tentang pakaian para mahasiswi, yang menurut laporan, untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan, tetapi orang-orang Gereja terpecah menyangkut isu tersebut.

Beberapa, terutama orang muda, menepis gerakan itu sebagai sesuatu yang sia-sia, sementara yang lain mengatakan bahwa hal itu akan meningkatkan kesopanan.

“Pakaian tidak ada hubungannya dengan kekerasan terhadap perempuan, tetapi menciptakan sikap yang benar dapat mengubah masyarakat,” kata pemimpin perempuan Protestan, Jyotsna Chatterji.

Dia  bereaksi terhadap berita 10 Juni bahwa sejumlah perguruan tinggi di Negara Bagian Uttar Pradesh telah memutuskan untuk melarang perempuan mengenakan jeans dan pakaian-pakaian lain gaya barat. Perguruan-perguruan tinggi itu mengklaim bahwa mengenakan jeans yang ketat, pendek, dan mini oleh perempuan akan memprovokasi pelecehan seksual.

Chatterji, direktur Program Bersama Perempuan yang berbasis di New Delhi, mengatakan bahwa suatu macam pakaian tertentu tidak perlu dilihat sebagai penyebab kekerasan sehingga dilarang.

Seorang perempuan perlu “bebas mengenakan pakaian yang cocok dengannya; tak seorangpun bisa memaksanya,” katanya. “Namun dibutuhkan waktu untuk mengubah persepsi dari kaum hawa.”

Chatterji mengatakan, masyarakat hendaknya berhenti memutuskan apa yang “salah dan benar bagi perempuan, (tapi hendaknya) masyarakat mengubah sikapnya terhadap perempuan dan menghormati perempuan.”

“Itulah yang akan mengubah situasi, bukan pakaian,” lanjutnya. “Aturan berpakaian hanya akan mengekang pembebasan kaum hawa.”

Chinamma Jacob, ketua nasional Dewan Perempuan Katolik India, mengatakan aturan berpakaian yang baru itu jelas akan membatasi kebebasan para mahasiswi. “Tetapi itu juga akan memasukan kesopanan karena memang cara berpakaian tertentu dapat bersifat provokatif,” katanya.

Jacob, yang memiliki dua cucu, mengatakan bahwa sementara tak seorangpun menolak perlunya kebebasan kaum perempuan, orang umumnya setuju bahwa perempuan hendak berpakaian baik dan sopan.

Pastor K.J. Antony, sekretaris Asosiasi Nasional Semua Sekolah Katolik di India, mengatakan bahwa pilihan berbusana merupakan masalah kebebasan pribadi. Namun, “pada saat yang sama, berbusana itu hendaknya tidak provokatif,” lanjutnya.

Imam itu mengatakan bahwa sekolah dan sekolah tinggi dapat menegaskan kepada para pelajar perempuan dan mahasiswi untuk berpakaian sopan, pemerintah hendaknya juga mengijinkan adanya kebebasan perempuan untuk menentukan pilihannya. Ia menambahkan bahwa sekalipun aturan berpakaian diterapkan, hal itu tidak mencegah pelecehan seksual terhadap perempuan.

Menurut Biro Statistik Kriminal Nasional, ada 21.215 kasus kekerasan terhadap perempuan di Uttar Pradesh tahun 2007-2008, termasuk 2.066 kasus kematian terkait mas kawin perkawinan, 1.532 kasus perkosaan, dan 3.819 kasus penculikan.

Bettin Joseph, 23, seorang Katolik perancang barang-barang perhiasan di New Delhi, mengatakan bahwa pelarangan terhadap busana gaya barat itu menunjukkan suatu “mentalitas picik.”  Dia mengatakan, kekerasan terhadap perempuan tidak ada hubungannya dengan cara perempuan berpakaian.

Dia menunjukkan bahwa perempuan-perempuan desa yang mengenakan busana India tradisional seperti sari juga menghadapi “kekerasan dan digoda.” Dia menambahkan bahwa “kekerasan berasal dari mentalitas sesat yang memang perlu lebih dulu diubah.”

Pemaksaan aturan berbusana itu juga merupakan “suatu ekspresi patriarkat” masyarakat. Kaum pria membuat keputusan bagi perempuan, katanya. Masyarakat perlu paham bahwa “setiap perempuan memiliki kekhasan individualnya sendiri, tak seorangpun berhak mendiktenya.”

Cinte Francis, 17, mengatakan pakaian merupakan “pilihan pribadi seseorang.” Pemudi Katolik itu, yang akan memasuki sekolah tinggi tahun ini, mengatakan bahwa yang penting adalah “bagaimana studi-studi Anda.”

“Orang harus bebas mengenakan busana yang dianggap nyaman. Mengenakan rok mini dan blus terbuka kadang-kadang bisa menyebabkan masalah, tetapi tetap perempuan itu sendiri jugalah yang harus memutuskan,” tegasnya.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi