UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Sektarianisme telah mengerus kebhinnekaan Indonesia

Mei 28, 2015

Sektarianisme telah mengerus kebhinnekaan  Indonesia

Fransisca Erry Seda (kanan) dan Sandra Hamid (tengah). (Foto: dok. MAARIF Institute)

 

Sosiolog  Universitas Indonesia (UI) Fransisca Erry Seda mengatakan fenomena sektarianisme, baik di tingkat global ataupun lokal, telah banyak mempengaruhi masyarakat Indonesia.

Menurut dia, secara istilah, sektarian terkait dengan semangat membela suatu sekte, mazhab, atau aliran. Bila menjadi satu isme, sikap sektarian melahirkan perilaku yang anti-komunikasi, reaksioner, amat emosional, tidak kritis, angkuh dan anti-dialog yang akan menyebabkan seseorang atau sekelompok membabi buta membela kelompoknya atau mazhabnya.

“Fenomena sektarianisme, baik di tingkat global ataupun lokal, tidak bisa dipungkiri telah banyak berpengaruh juga ke masyarakat Indonesia,” kata Erry Seda dalam siaran pers MAARIF Institute kepada satuharapan.com, di Jakarta, Rabu (27/5).

Pada tingkat global, dia menjelaskan, konflik Sunni dan Syiah yang eskalasi awalnya di Timur Tengah, telah menyusup masuk ke Indonesia. Dimana, sekitar 200-300 Warga Negara Indonesia (WNI) ikut berjihad ke Suriah dan bergabung dengan kelompok militan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).

“Pengaruh sektarianisme di Indonesia juga terlihat dari berbagai aksi penolakan yang disertai argumen keagamaan dan kekerasan,” kata putri mendiang Frans Seda ini.

Sementara, sektarianisme di tingkat lokal terlihat pada dibiarkannya nasib jama’ah Ahmadiyah di berbagai tempat di Indonesia. Dimana, banyak dari mereka diperlakukan sebagai warga negara kelas dua, padahal jamaah Ahmadiyah itu memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia yang seharusnya memiliki hak sama seperti WNI lainnya.

“Sektarianisme ini jelas-jelas membuat ekslusi sosial yang mengancam kehidupan banyak orang, terutama kelompok minoritas”, ucap dosen STF Driyarkara Jakarta ini.

Sementara itu antropolog lulusan University of Illinois at Urbana-Champaign, Amerika Serikat, Sandra Hamid mengatakan sektarianisme berpotensi menggerus nilai-nilai kebhinekaan, sekaligus mengebiri hak-hak kewargaan. Sebab, dalam fenomena sektarianisme, kelompok minoritas sering menjadi korban diskriminasi hak-hak ekonomi, kultural, sosial, dan politik.

“Sektarianisme tidak hanya sangat berpotensi menggerus nilai-nilai kebhinekaan, namun juga sangat potensial mengebiri hak-hak kewargaan. Sebab, dalam fenomena sektarianisme, kelompok minoritas seringkali menjadi korban yang didiskriminasi hak-hak ekonomi, kultural, sosial, dan politiknya,” ucap Sandra dalam siaran pers MAARIF Institute kepada satuharapan.com, di Jakarta, Rabu (27/5).

Menurut dia, hal ini membuat kelompok minoritas menjadi warga negara kelas dua yang tidak seutuhnya menjadi WNI. Padahal, konstitusi Indonesia dengan tegas mengamanatkan persamaan hak tanpa klasifikasi warga negara.

“Konstitusi Indonesia secara jelas-jelas menegaskan kesamaan hak semua warga negaranya dan tidak ada warga negara kelas pertama maupun kelas kedua,” ujar Sandra.

Oleh karena itu, dia pun menolak sektarianisme terjadi di Indonesia. Karena, sangat bertentangan dengan konstitusi dan mengancam masa depan bangsa Indonesia.

“Ini jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi Indonesia dan sangat potensial mengancam masa depan bangsa tercinta,” tutur Sandra.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi