UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Orang Kristen India beda pendapat soal hukuman mati

Mei 9, 2017

Orang Kristen India beda pendapat soal hukuman mati

Setelah Mahkamah Agung India memutuskan hukuman mati bagi empat terdakwa pemerkosaan dan pembunuhan gadis 23 tahunm orangtuanya ikut menyalakan lilin di New Delhi pada 5 Mei (IANS)

Aktivis sosial dan pemimpin gereja di India berbeda pendapat dalam hal hukuman mati bagi empat orang yang dihukum karena melakukan pemerkosaan terhadap seorang gadis di sebuah bus yang sedang bergerak di New Delhi pada tahun 2012.

Mahkamah Agung pada tanggal 5 Mei menguatkan keputusan awal pengadilan kota New Delhi pada tahun 2013. Pengadilan tersebut menggambarkan kejahatan mereka sebagai “nafsu biadab.”

Keempat pria tersebut: Mukesh Singh, Pawan Gupta, Vinay Sharma dan Akshay Thakur divonis bersalah oleh pengadilan pada tahun 2013 yang berulang kali memperkosa korban berusia 23 tahun tersebut dan menyerangnya dengan pipa besi dan kemudian mencampakkannya di sebuah sudut jalan.

Korban meninggal karena luka-lukanya dua minggu kemudian di sebuah rumah sakit di Singapura dimana dia telah dirujuk.

Enam pria terlibat dalam kejahatan tersebut, mereka dinyatakan bersalah atas 13 tuduhan oleh pengadilan kota termasuk pembunuhan, pemerkosaan dan penghancuran bukti.

Salah satu dari mereka, Ram Singh, meninggal di penjara selama masa hukum percobaan. Seorang terpidana lainnya adalah seorang remaja saat melakukan kejahatan tersebut dan dibebaskan pada tahun 2015 setelah menjalani hukuman singkat di sebuah fasilitas pemasyarakatan.

Intensitas insiden tersebut menyebabkan kemarahan di seluruh negeri, memaksa pemerintah federal untuk membuat undang-undang yang lebih ketat untuk menangkal pemerkosaan, mengubah hukuman maksimum dari 10 tahun penjara sampai hukuman mati.

Opini yang terbelah

Ranjana Kumari, seorang aktivis perempuan, mengatakan kepada ucanews.com bahwa vonis tersebut “bersejarah” dan akan “mengirim pesan kepada semua orang bahwa pola pikir yang salah adalah kriminalitas.”

Jyotsana Chatterjee, direktur Program kualisi Perempuan India Utara, mengatakan kepada ucanews.com bahwa putusan tersebut telah dibenarkan. Namun, dia menyesalkan remaja yang dihukum dalam kasus ini mendapat hukuman yang ringan.

“Saya bertemu dengannya di rumah anak-anak dan dia sama sekali tidak merasa menyesal karena telah melakukan kesalahan. Dia cukup senang dengan apa yang dia lakukan,” katanya.

A.C Michael, mantan anggota komisi minoritas, mengatakan kepada ucanews.com bahwa dia lebih memilih keputusan tersebut. “Meskipun gereja menentang hukuman mati dalam kasus ini, hal itu dapat dibenarkan mengingat kebrutalan kejahatan tersebut,” Michael, seorang Katolik, kepada ucanews.com.

Namun, Pastor Savari Muthu Shankar, juru bicara Keuskupan Agung Delhi, mengatakan bahwa keputusan tersebut mencerminkan “sentimen publik” dan narapidana bisa “diberi kesempatan untuk mereformasi diri mereka sendiri.”

“Tidak ada salahnya memberi seseorang kesempatan untuk melakukan reformasi,” katanya mengulangi pendirian Gereja Katolik melawan hukuman mati.

Samuel Jaikumar, seorang pejabat Dewan Gereja Nasional di India, mengatakan kepada ucanews.com bahwa “dibutuhkan hukuman keras” dalam kasus tersebut namun “bukan kematian”.

“Tidak ada keraguan tentang kebrutalan yang ditunjukkan oleh narapidana dalam kasus ini terhadap korban dan mereka membutuhkan hukuman yang sangat berat tapi bukan kematian, seharusnya diberi kesempatan untuk melakukan reformasi,” katanya.

Rata-rata lebih dari 95 wanita diperkosa di India setiap hari, menurut Biro Catatan Kejahatan Nasional pemerintah federal. Pada tahun 2015, polisi mendaftarkan lebih dari 34.000 keluhan mengenai pemerkosaan dan 84.000 perempuan mengajukan kasus pelecehan seksual.

 

Baca juga: Indian Christians divided on death sentence

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi