UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

HRW Khawatir Tiga Aktivis Thailand Jadi Korban Penghilangan Paksa

Mei 13, 2019

HRW Khawatir Tiga Aktivis Thailand Jadi Korban Penghilangan Paksa

Pengunjung memandang gambar aktivis Thailand yang hilang,Surachai Danwattananusom, di sela-sela forum hak asasi manusia di Kedutaan Belanda di Bangkok, 12 Maret. Surachai yang kerap mengeritik kerajaan dan militer Thailand menghilang pada Desember 2018 bersama dua rekannya. Keberadaan Surachai masih belum diketahui, sementara mayat kedua rekannya ditemukan di Sungai Mekong di perbatasan Thailand-Laos. (Foto: Lillian Suwanrumpha/AFP)

Human Rights Watch (HRW) meminta pemerintah Thailand untuk mengungkap keberadaan tiga aktivis yang dilaporkan diserahkan oleh Vietnam ke Bangkok.

Otoritas Thailand belum mengetahui penangkapan dan penahanan mereka. Hal ini memunculkan keprihatinan bahwa mereka menjadi korban penghilangan paksa, demikian pernyataan HRW yang disampaikan pada 9 Mei.

Menurut laporan, otoritas Vietnam menangkap Chucheep Chivasut, Siam Theerawut dan Kritsana Thapthai pada awal tahun ini karena mereka masuk negara itu secara ilegal dan menggunakan dokumen perjalanan palsu.

Media melaporkan bahwa Vietnam menyerahkan mereka kepada otoritas Thailand pada 8 Mei. Otoritas Thailand menuduh ketiga aktivis itu melanggar peraturan ketat kerajaan dengan menghina kerajaan termasuk menyiarkan program radio anti-kerajaan secara daring dan memobilisasi para pendukung Organisasi Federasi Thailand yang diketuai oleh Chucheep untuk menggelar aksi protes menentang kerajaan dengan mengenakan kaos hitam di Bangkok dan propinsi-propinsi lainnya.

Direktur HRW Asia Brad Adams meminta pemerintah Thailand untuk segera mengungkap keberadaan ketiga aktivis tersebut dan mengijinkan anggota keluarga dan penasihat hukum untuk menjenguk mereka.

“Hanya dengan secara terbuka menegaskan bahwa ketiga aktivis ini berada dalam tahanan dan menjalin komunikasi dengan keluarga dan penasihat hukum mereka akan menghapus keresahan bahwa ketiga aktivis tersebut dihilangkan secara paksa,” katanya.

Sejak kudeta Mei 2014, otoritas Thailand secara agresif mengejar Chucheep dan para aktivis anti-kerajaan yang melakukan operasinya dari negara-negara tetangga. Wakil Perdana Menteri Prawit Wongsuwan mengumumkan pada September 2018 bahwa Organisasi Federasi Thailand adalah kelompok terlarang dan mengancam untuk menangkap siapa saja yang terlibat dalam organisasi tersebut.

Chucheep dan dua rekannya pindah dari Laos ke Vietnam setelah sejumlah aktivis lainnya – Surachai Danwattananusom, Kradidej Luelert dan Chatchan Buphawan – diculik oleh orang-orang tak dikenal di Laos pada Desember lalu.

Mayat Kraidej dan Chatchan yang sudah tidak dikenali lagi kemudian ditemukan di Sungai Mekong. Berbagai laporan yang belum bisa dikonfirmasi kebenarannya menyebutkan bahwa mayat aktivis ketiga ditemukan pada saat yang sama tetapi kemudian menghilang. Nasib Surachai masih belum jelas.

Dua aktivis anti-kerajaan – Itthipol Sukpaen dan Wuthipong Kachathamakul – diculik di Laos masing-masing pada Juni 2016 dan Juli 2017.

Menurut undang-undang internasional, penghilangan paksa adalah penangkapan atau penahanan seseorang oleh pejabat pemerintah atau anak buahnya dan disertai dengan penolakan untuk mengakui perampasan kebebasan atau untuk mengungkap nasib orang itu atau keberadaannya. Penghilangan paksa melanggar hak asasi fundamental yang dilindungi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang juga telah diratifikasi oleh Thailand.

“Dugaan penyerahan aktivis terkemuka asal Thailand oleh Vietnam ke negara itu membunyikan alarm di kalangan komunitas internasional,” kata Adams.

“Lembaga-lembaga PBB dan pemerintah terkait hendaknya menekan pemerintah Thailand untuk segera mengungkap di mana Chucheep dan dua rekannya ditahan saat ini dan mengijinkan orang lain untuk mengunjungi mereka,” lanjutnya.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi