UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Masyarakat suku melihat harapan di tengah tantangan

Desember 20, 2011

Masyarakat suku melihat harapan di tengah tantangan

Perempuan Suku Garo

Selama lebih dari 50 tahun, penduduk suku Modhupur Garh telah berjuang melawan putus asa tentang hak-hak mereka  atas tanah menentang para pejabat Departemen Kehutanan dan Pemukiman Bangladesh.

Masyarakat suku telah mengeluh berulang kali tentang apa yang mereka lihat sebagai upaya oleh para pejabat untuk mengusir mereka dari tanah leluhur mereka, dimana mereka telah tinggal dan bekerja selama lebih dari satu abad.

Menanggapi hal itu, para pejabat mengatakan masyarakat suku menghancurkan hutan dengan menebang dan menempati lahan secara ilegal.

Setelah bertahun-tahun konflik, kejadian baru-baru ini menunjukkan mungkin ada ruang bagi harapan sebuah resolusi damai. Kedua belah pihak memutuskan awal bulan ini untuk membahas cara baru ke depan. Para pejabat kehutanan dan para pemimpin suku bertemu pada 13 Desember di Kantor Rangers Dokhla.

Nazrul Islam, seorang penjaga hutan, mengatakan para pejabat kini bersedia mengakui ketidakadilan di masa lalu dan mencari solusi damai ke depan.

“Kami berusaha memasukkan warga orang suku dalam rencana dan kegiatan kami. Kami warga suku jauh lebih ramah dan mencoba berkomunikasi dengan mereka secara rutin,” katanya.

Tapi, Eugene Nokrek, seorang pemimpin Garo setempat, mengatakan pekan lalu bahwa perubahan taktik tidak bisa terjadi dalam satu malam, karena banyak kesulitan yang dihadapi.

Tahun 1962 pemerintah Pakistan kemudian menyatakan Modhupur Garh, bagian utara Bhawal Modhupur sebagai hutan lindung dan kemudian dijadikan taman nasional, kata Nokrek, seraya menambahkan bahwa warga suku yang tinggal di desa hutan itu dilupakan.

“Sejak itu pemerintah telah mencoba mengusir warga suku dan memproses mereka melalui hukum satu demi satu,” katanya.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Serikat Lingkungan Hidup dan Pengembangan Manusia, masyarakat adat tersebar di 10.117 hektar dari total 18.616 hektar di area perhutanan, disktrik Tangail.

Dalam beberapa tahun terakhir, kata Nokrek, banyak lahan telah diambil oleh pihak berwenang. Dalam sebuah insiden, kata dia, Angkatan Udara Bangladesh mengusir 31 keluarga dari 57 hektar lahan yang telah ditunjuk untuk digunakan sebagai lapangan tembak.

Banyak lahan lain telah disita untuk membuat perkebunan karet, kata Nokrek.

Nokrek mengatakan bahwa selama beberapa dekade terakhir, puluhan penduduk desa Garo telah dibunuh oleh warga lain yang pindah ke daerah tersebut.

Ia menambahkan bahwa pihak berwenang telah mengajukan lebih dari 5.000 kasus pengadilan terhadap masyarakat adat sejak kemerdekaan Bangladesh tahun 1971.

Nokrek, ketua Dewan Pengembangan Adivasi Joyenshahi, mengatakan bahwa meskipun warisan lama seperti kecurigaan dan kekerasan, kedua belah pihak memiliki beberapa harapan bahwa pendekatan yang lebih baik dapat ditemukan untuk menyelesaikan konflik.

“Pemerintah saat ini berjanji dalam manifesto pemilu untuk memenuhi hak-hak masyarakat adat, dan saya pikir pihak berwenang menghormati janji itu. Kini, tidak ada kasus baru telah diajukan terhadap masyarakat adat, dan beberapa warga suku yang sekarang bekerja di hutan.”

Meskipun banyak kemajuan yang diakui para kepala suku, Maloti Nokrek mengatakan ia meragukan banyak janji yang dibuat oleh pihak berwenang.

“Kami telah mendengar banyak kata-kata yang memberikan harapan, tapi sulit untuk dipercaya. Sekarang kami memiliki hari-hari yang baik karena kami memiliki seorang menteri di pemerintahan dari daerah tersebut,” katanya.

Sumber: Tribal community sees hope amid challenges

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi