UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Amnesty desak Indonesia revisi KUHP

Maret 5, 2012

Amnesty desak Indonesia revisi KUHP

Amnesty Internasional mendesak Pemerintah Indonesia untuk merevisi dan mengesahkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru sesuai hukum dan standar HAM internasional, termasuk ketentuan eksplisit melarang dan menghukum tindakan penyiksaan.

Menurut hukum kebiasaan internasional (customary international law), hak untuk tidak disiksa atau diperlakukan buruk adalah absolut dan tidak bisa dicabut. Demikian dikatakan oleh Campaigner – Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretariat, Josef Roy Benedict, kepada Antara di London, Minggu (4/3), seperti dilansir kompas.com.

“Apalagi, Indonesia adalah negara pihak pada Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Konvensi PBB yang menentang Penyiksaan dan Tindakan atau Hukuman lainnya yang kejam, tidak Manusiawi, dan merendahkan, serta tindakan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya dalam segala situasi,” kata Benedict.

Pemerintah juga harus meratifikasi Protokol Opsional Konvensi PBB menentang Penyiksaan dan Tindakan atau Hukuman Lainnya yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan, yang akan membentuk sistem kunjungan rutin dan independen ke semua tempat penahanan oleh badan-badan nasional dan internasional. Selain itu, hak untuk mencari dan menikmati suaka di negara lain, bebas dari penganiayaan, diabadikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dan sebagai aturan hukum kebiasaan internasional, mengikat semua negara, termasuk Indonesia.

Benedict menegaskan, Pemerintah Indonesia wajib memastikan bahwa kasus pencari suaka diproses dengan cara yang adil dan perlindungan disediakan bagi mereka yang membutuhkannya. Pemerintah Indonesia harus memastikan pula bahwa penyelidikan mereka terkait kematian akibat penyiksaan seorang pencari suaka Afganistan di pusat tahanan imigrasi di Kalimantan Barat adalah independen, tidak memihak, dan efisien.

“Mereka diduga terlibat, termasuk pihak relevan yang bertanggung jawab komando, harus dibawa ke pengadilan dan keluarga korban harus diberikan reparasi,” katanya.

Pada 28 Februari 2012, lelaki 28 tahun itu diambil dari Rumah Detensi Imigrasi Pontianak ke Rumah Sakit Soedarso. Ia dinyatakan telah meninggal pada saat kedatangan ke RS tersebut. Menurut kepolisian Indonesia, temuan pemeriksaan medis menunjukkan ia meninggal karena trauma benda tumpul. Tubuhnya dilaporkan memar akibat pemukulan dan mengalami luka bakar rokok di pergelangan tangannya. Hingga saat ini polisi Indonesia belum menetapkan tersangka.

Pria itu dan lima warga Afganistan lainnya melarikan diri dari pusat penahanan imigrasi Pontianak pada 26 Februari 2012. Ketika polisi menangkap dan mengembalikan mereka ke pusat penahanan, mereka dilaporkan dalam keadaan sehat. Lelaki itu telah memohon untuk status pengungsi kepada Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), tetapi telah berada dalam tahanan setidaknya sejak awal November tahun lalu karena melanggar pembatasan perjalanan kepada para pencari suaka itu.

Amnesty Internasional menyebutkan bahwa penggunaan penyiksaan dan perlakuan buruk oleh petugas penegak hukum dalam tahanan masih tersebar luas di Indonesia. Kurangnya akuntabilitas dan kegagalan mengkriminalisasi tindakan penyiksaan dalam KUHP berkontribusi terhadap budaya impunitas.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi