Sebuah keuskupan di Filipina Tengah mengadakan kampanye penanaman pohon untuk mengenang ribuan orang yang meninggal dalam kampanye pemerintah terhadap narkoba sejak dua tahun terakhir ini.
Penanaman 25.000 pohon, yang dianggap mewakili jumlah korban tewas dalam perang anti-narkotika, akan menandai dimulainya “Masa Penciptaan” di Keuskupan San Carlos, provinsi Negros Occidental bulan depan.
Dalam surat gembala yang dikeluarkan pada 13 Agustus, Mgr Gerardo Alminaza, uskup Keuskupan San Carlos mencatat bahwa selain ancaman bencana lingkungan, negara itu menghadapi “semakin banyak warga yang tewas dalam perang melawan narkoba.”
Prelatus itu menekankan perlunya “mengakui bahwa komitmen untuk bekerja demi keadilan dan mempertahankan integritas ciptaan adalah dua dimensi yang tak terpisahkan dari panggilan Kristen kita.”
Mgr Alminaza, mengatakan, “Kerusakan yang diakibatkan oleh perang terhadap narkoba terhadap kehidupan manusia tidak dapat diubah.”
Dalam surat gembalanya, prelatus itu meminta umat Katolik menjadi saksi iman “dengan berani bertindak mempertahankan karunia yang kita terus bagikan.”
Dia mengatakan orang Kristen adalah “pewaris ciptaan Tuhan” yang kesejahteraannya “terjalin” dengan kesejahteraan lingkungan.
Kampanye dengan tema “Menumbuhkan Pohon untuk Hidup dan Keadilan”, para pelaku kegiatan mengatakan inisiatif ini merupakan tanggapan terhadap “seruan untuk keadilan baik atas nama alam maupun masyarakat.”
Umat Katolik di seluruh dunia akan melihat kembali “masa Penciptaan”, sebuah gerakan global sebagai tanggapan terhadap ensiklik Paus Fransiskus tahun 2015 tentang lingkungan, Laudato si‘, mulai bulan depan.
Perayaan akan dimulai pada 1 September dengan “Hari Doa untuk Penciptaan” dan akan berlangsung hingga 4 Oktober, Pesta Santo Fransiskus.
Bruder Augustinian, Tagoy Jakosalem, salah seorang panitia penyelenggara kampanye, mengatakan bahwa peringatan “masa Penciptaan” akan memungkinkan umat Katolik menggabungkan keprihatinan dan tindakan lingkungan ke dalam “perayaan liturgis dan kehidupan rohani.”
“Sikap tanggap kami pada perubahan iklim dan dampaknya menjadi bagian dari aksi perubahan kami baik secara pribadi maupun kelembagaan,” katanya.
Para peserta akan menanam pohon di daerah yang dinyatakan “situs ekologi” dan di masyarakat yang akan dipilih oleh keuskupan.
Kelompok Rise Up for Rights and Life, sebuah organisasi berbasis agama yang membantu keluarga korban pembunuhan terkait narkoba, mengatakan, “tanggap bencana tidak terbatas pada bencana alam.”
“Kita juga dipanggil menanggapi bencana buatan manusia seperti perang melawan narkoba,” kata Pastor Gilbert Billena, OCarm juru bicara kelompok itu.
“Gereja selalu berada di pihak warga miskin yang menjadi korban perampasan ekologi dan perang berdarah terhadap narkoba,” katanya.
Yolanda Esguerra, koordinator Kemitraan Misereor Filipina, memuji kampanye ini sebagai “langkah efektif untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pemeliharaan lingkungan dan kehidupan.”
Dia mengatakan bahwa di luar gerakan simbolik menanam pohon untuk menunjukkan solidaritas dengan korban pembunuhan, warga diundang untuk “mengambil peran yang lebih aktif dalam memerangi ketidakadilan lingkungan dan sosial.”
Kepolisian Negara Filipina melaporkan bahwa 23.518 kasus pembunuhan sedang diselidiki sejak Juli 2016, ketika Presiden Rodrigo Duterte berkuasa, hingga Juni 2018.
Dari jumlah itu, 4.279 tersangka narkoba tewas dalam “operasi polisi yang resmi.”